Minggu, 12 Desember 2010

Masjid “Si Pitung” Al Alam – Marunda, Jakarta Utara

Dalam penyerbuan ke Sunda Kelapa, Fatahillah bersama pasukannya mendirikan Masjid sebagai tempat mereka beribadah dan menyusun strategi. Salah satunya adalah Masjid Al-Alam Marunda ini. 

Masjid Al-Alam atau Masjid Si Pitung ini memang bukan dibangun oleh Si Pitung, Pahlawan di tanah Betawi yang begitu melegenda. Tapi nama Bang Pitung sudah begitu melekat ke masjid tua ini. Masjid tua yang sudah dijadikan bangunan cagar budaya oleh pemerintah sejak tahun 1975 ini, ukurannya memang tidak terlalu besar dan bukanlah bangunan mewah, tapi sejarah yang melekat padanyalah yang menjadikan Masjid ini begitu istimewa.

Lokasi Masjid Al ALam

Masjid Al Alam terletak di tepi pantai Marunda, Jalan Marunda Besar RT 09/RW 01, Kampung Marunda Besar Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Untuk menjangkau masjid ini dari Tanjung Periok ada angkutan umum yang menuju ke Pasar Cilincing, pengunjung harus berganti angkutan yang menuju ke arah Marunda. Dapat pula dipilih angkot jurusan Bulak Turi, yang melintas ke jalan masuk wilayah perkampungan Marunda.

Masjid Al-Alam Marunda
Jl. Marunda RT.09 / RW.01, Cilincing, RT.3/RW.7 
Marunda, Cilincing, Kota Jkt Utara
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14150



Di tahun 1527 Fatahillah memimpin pasukan gabungan kesultanan Demak dan pasukan kesultanan Cirebon menyerbu ke Sunda Kelapa didukung oleh pasukan Banten dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin (putra Sunan Gunung Jati), penyerbuan yang berahir gemilang pada tanggal 22 Juni 1527 dengan dengan hengkangnya Portugis dibawah pimpinan Alfonso D Alboquerqy dari Sunda Kelapa. Fatahillah kemudian mengganti nama Kota Pelabuhan tersebut dengan nama Jayakarta yang berarti Kota Kejayaan.

Setelah kekalahannya di Sunda Kelapa, Alfonso D Alboquerqy sesunggunya sempat mengggalang kekuatan untuk melakukan serangan balasan dan merebut kembali Bandar tersibuk di pantai utara Pulau Jawa tersebut, namun kemudian trauma atas kekalahan yang mengerikan pada perang pertamanya di Sunda Kelapa menyisakan trauma mendalam yang pada ahirnya membatalkan rencana serangan balasan tersebut.

Fatahillah adalah panglima pasukan Kesultanan Demak di masa pemerintahan Sultan Trenggono. Sultan Trenggono memerintahkan beliau untuk menggabungkan pasukannya dengan pasukan dari Kesultanan Cirebon dibawah pemerintahan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) untuk bersama sama menyerang Sunda Kelapa. Seperti di ketahui perjalanan laut dari Demak ke Sunda Kelapa akan melewati pelabuhan laut Cirebon, sangat memungkinkan untuk melakukan kondolidasi pasukan kedua kesultanan di Cirebon sebelum bertolak mendekati Sunda Kelapa lalu berkonsolidasi lagi dengan pasukan dari Banten.

Masjid Al-Alam Marunda dari arah gerbang utama

Saat penyerbuan ke Sunda Kelapa tersebut, Fatahillah bersama pasukannya sempat mendirikan sebuah masjid kecil di kawasan Marunda, Jakarta Utara, sebagai tempat mereka beribadah. Masjid tua berukuran kecil itu dikenal dengan nama Masjid Al Alam. Meski ukurannya tidak terlalu besar, masjid berarsitektur tradisional ini cukup kokoh dengan tiang tiang beton antik berukuran besar dan tembok yang cukup tebal.

Fatahillah dan pasukannya berhasil menaklukkan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1257. Beliau kemudian mengganti nama Bandar tersebut dari Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang bermakna Kota Kejayaan. beliau memegang langsung tampuk pemerintahan di Jayakarta, namun kemudian beliau memutuskan kembali ke Cirebon untuk berdakwah serta memenuhi permintaan Sunan Gunung Jati untuk memperluas wilayah kesultanan Cirebon ke wilayah sekitarnya.

Jabatan pemerintahan di Jayakarta diserahkan Oleh Fatahillah kepada Ki Bagus Angke atau Ratu Bagus Angke atau Pangeran Tubagus Angke. Dan disaat yang hampir bersamaan Maulana Hasanuddin dinobatkan sebagai Sultan Pertama di Kesultanan Banten.

Versi riwayat yang lain tentang masjid Al-Alam ini yang konon dibangun oleh para wali dalam waktu satu malam memang terdengar sangat ajaib. Namun demikian tidak dapat difungkiri bahwa pada saat penyerbuan ke Sunda Kelapa, Sunan Gunung Jati juga memiliki peran sangat penting dan kita pun tahu bahwa Sunan Gunung Jati merupakan salah satu tokoh Wali Songo, dan tentu saja ada benarnya bila dikatakan bahwa masjid ini dibangun di era Wali Songo.

Bangunan asli Masjid Al-Alam Marunda

Sedangkan satuan waktu yang konon hanya dikerjakan dalam waktu satu malam, bisa jadi hanya merupakan kalimat kiasan untuk menyebut proses pembangunannya yang sangat cepat. Pengerahan pasukan Islam dalam jumlah besar tentunya bukanlah hal sulit untuk membangun masjid sederhana dalam waktu yang tidak telalu lama. Lagipula belum ada informasi akurat tentang seberapa sederhana bangunan masjid asli yang dibangun oleh Fatahillah dan apakah bangunan yang kini berdiri merupakan bangunan asli sejak era tersebut atau sudah mengalami renovasi berkali kali termasuk penggantian material bangunannya setelah melewati rentang waktu yang begitu lama.

Masjid Si Pitung

Kejayaan Jayakarta berahir pada tanggal 12 Maret 1619, kota Kejayaan itu luluh lantak dan bersisa oleh serbuan pasukan V.O.C Belanda dibawah pimpinan J.P. Coen yang kemudian melakukan bumi hangus terhadap kota Jayakarta dan kemudian mengganti nama kota tersebut dengan nama Batavia. Perlawanan terhadap penjajahan Belanda tak pernah usai di Batavia, salah satu tokoh Pahlawan Masyarakat Betawi yang begitu melenda adalah Si-Pitung.

Menurut penuturan tokoh masyarakat Marunda, Pahlawan tanah Betawi ini banyak menghabiskan waktunya untuk istirahat dan bersembunyi dari kejaran kompeni di Masjid Al-Alam yang dibangun oleh Fatahillah ini. Dulu Bang Pitung menggunakan masjid ini untuk sembunyi dari kejaran tentara Belanda. Konon, bila beliau bersembunyi di masjid ini, dia bisa tidak terlihat oleh Belanda. Itu sebabnya, masjid ini seringkali disebut sebagai Masjid Si Pitung.

Masjid Al-Alam terdiri dari bangunan utama, serambi dan sebuah sumur tua. Kini ditambahkan dengan pendopo dan beberapa bangunan penunjang lainnya.

Di bangunan masjid terdapat lubang kecil berbentuk setengah oval di bagian kiri masjid. Konon, kala itu lubang tersebut sering digunakan untuk mengintai tentara musuh. Telepas dari semua kisah legenda pada masjid ini, bila melihat tahun pembangunannya, Masjid Al Alam ini merupakan masjid tertua di Jakarta, wajar bila kemudian di tahun 1975 pemerintah provinsi DKI Jakarta menetapkan Masjid Al Alam sebagai Cagar Budaya.

Arsitektur Masjid Al-Alam Marunda

Meski dibangun ratusan tahun lalu, namun bangunan masjid ini cukup terawat walau kondisi ketuaannya tak lagi bisa disembunyikan. Pengaruh arsitektur masjid Demak sangat kental di masjid ini. Beratap Joglo bersusun dua di tutup dengan genteng, ditopang empat sokoguru besar bergaya Eropa tapi pendek. Dilengkapi mihrab yang terlihat gagah ditambah dengan tempat duduk khatib sholat jum’at yang elegan. Sebagaimana masjid masjid tua asli Indonesia, Masjid Al-Alam ini pun tidak dilengkapi dengan menara.

Denahnya empat persegi berukuran 12 x 12 m menghadap ke selatan, dengan pintu masuk ruang utama di sisi selatan dan timur. Ruang utama berbentuk bujur sangkar berukuran 8 x 8 m, tinggi plafonnya hanya 2,2m menjadikan flapon masjid ini lebih rendah dibandingkan dengan masjid masjid lain pada umumnya. Sementara di sisi selatan dan timur ruang utama terdapat serambi.

Interior Masjid Al-Alam, ada empat pilar bundar beton yang tidak terlalu tinggi di dalam masjid ini. 

Langit-langitnya ditutup dengan multiplek menutupi atap aslinya yang sudah termakan usia, Bagian kiri bangunan dulunya merupakan kolam untuk mencuci kaki sebelum masuk ke masjid, seperti di Masjid Agung Banten. Kini, kolam ini sudah tertutup ubin merah, sementara bekas sumurnya dikelilingi tembok melingkar dengan papan peringatan untuk tak lagi menggunakannya.

Di sisi kiri masjid tua itu, didirikan bangunan tambahan berupa pendopo berukuran 100m². Di sebelah tenggara terdapat bangunan kecil untuk WC berukuran 2 x 3 m. Dibelakang masjid terdapat beberapa makam tua para pendiri dan atau pengelola, yang tertata rapi diselingi rerumputan hijau yang menambah sejuk udara sekitar.

Renovasi Masjid Al-Alam

Tahun 1970 dilakukan pemugaran masjid oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, dengan melakukan penggantian beberapa komponen atap dan pemberian lapisan pelindung berupa plastik pada bagian bawah atap agar terlindung dari kelembaban dan siraman air hujan, pembuatan tanggul di sisi utara masjid untuk melindungi masjid dan ancaman abrasi pantai.

Kini masjid Al-Alam sudah diberi tambahan pagar beton sekeliling kawasan masjid dengan pintu masuk di sisi selatan, dengan halaman di bagian selatan. Di sebelah timur bangunan masjid terdapat sebuah bangunan tambahan berupa bangunan terbuka berbentuk empat persegi, yang digunakan untuk pengajian dan pertemuan-pertemuan lainnya. Di sebelah tenggara terdapat bangunan kecil untuk WC berukuran 2 x 3 m.

Tujuan Wisata Religi

Meski ukurannya relatif kecil bahkan lebih mirip sebuah mushola, masjid ini begitu dicintai masyarakat sekitar. Setiap waktu sholat masjid in senantiasa dipenuhi oleh jemaah. Pendopo masjid ini menjadi tempat beristirahat bagi para pengunjung yang datang dari berbagai daerah yang berkunjung ke masjid bersejarah ini. (update 5 Jan 2017)***

--------------------------------ooOOOoo--------------------------------


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA