Kamis, 27 Januari 2011

Masjid Al Falah, Masjid Indonesia di Berlin, Jerman

Masjid Al-Falah Berlin menempati lantai paling bawah gedung ini.

Masjid Al Falah di kota Berlin adalah satu-satunya masjid yang dibangun, dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat Indonesia di ibukota negara Jerman ini. Ia mungkin juga merupakan satu-satunya masjid yang murni dikelola oleh kaum muslimin Indonesia di negara Jerman, lengkap dengan berbagai kegiatannya. 

Masjid Al Falah IWKZ e.V. selama ini masih mengontrak bangunan di jalan Feldzeugmeisterstrasse. Sebuah pub dan tempat pijat yang kemudian direnovasi para jamaah menjadi masjid yang cukup lapang. kemajuan Islam di Berlin dan Jerman secara keseluruhan dirasakan pula oleh umat muslim Indonesia. Dakwah semakin berkembang dan jamaah semakin bertambah. Dan kini muslim Indonesia di Berlin berencana untuk membangun masjid Indonesia di Berlin yang permanen.

Alamat dan Lokasi Masjid Al-Falah
Masjid Al-Falah IWKZe masih menempati lantai dasar gedung di sudut jalan Feldzeugmeisterstrasse.


Sejarah Masjid Al-Falah Berlin.

Sekitar tahun 1988, sekelompok muslimin Indonesia di Berlin (kala itu masih bernama Berlin Barat, bagian dari Jerman Barat) yang tergabung dalam PPME, memutuskan untuk menyewa sebuah rumah tinggal untuk dijadikan masjid sekaligus pusat kegiatan organisasi mereka.  Sebuah rencana yang sudah dirintis sejak tahun 1984. Masjid tersebut kemudian diberi nama Masjid Al-Falah. Masjid Indonesia ini menjadi salah satu dari sekitar 80 masjid yang ada di Berlin.

Masjid Al-Falah adalah satu-satunya masjid di Jerman yang dikelola oleh masyarakat muslim Indonesia dengan jamaah yang berasal dari berbagai negara seperti Jerman, Turki, Brunei, Malaysia, India, Cina, Pakistan, Indonesia, negara-negara Arab dan Afrika. Masjid Al Falah memegang peranan penting sebagai pusat dakwah, pelayanan, silaturahim, pendidikan, ibadah, serta berperan sebagai pusat informasi keislaman untuk masyarakat muslimin Indonesia yang saat ini tercatat berjumlah sekitar lebih dari 1200 orang di Berlin.

Masjid Al Falah awalnya menggunakan sebuah apartemen seluas 90 meter persegi di jalan Melangtongstrasse. Masjid Al Falah terus berkembangdan pada ahir tahun 2006 menjadi sebuah yayasan yang terdaftar resmi di Departemen Kehakiman Republik Federal Jerman.

Namanya Organisasi pun berubah menjadi Indonesisches Weisheits und Kulturzentrume.V.
(Pusat Kearifan dan Budaya Indonesia) atau disingkat dengan nama IWKZe.V.). Sejak 2007, Mesjid Al Falah pun menempati gedung baru di Feldzeugmeisterstrasse seluas 215 m2, di lokasinya yang sekarang ini. Bangunannya dulu klub malam yang bersebelahan dengan tempat pijat. 2 Bangunan ini disatukan dan direnovasi selama 3 bulan untuk menjadi masjid yang cukup luas.

Di fasilitas street view google earth dapat dilihat dengan jelas pintu masuk ke Masjid Al-Falah ini dengan tulisan IWKZ, plus bendera Indonesia dan Jerman di kiri dan kanan nya

Dan sejak awal tahun 2007 itu pula, Masjid Al Falah tidak lagi dikelola oleh PPME melainkan dibawah IWKZe. V. Dengan dukungan dari segenap pengurus masjid, KBRI dan masyarakat Indonesia. Al-Falah senantiasa berusaha berintegrasi dengan kultur Jerman dan tetap menjaga akar Indonesia.

Aktivitas Masjid Al-Falah

Masjid Al Falah memiliki banyak kegiatan untuk jamaahnya, antara lain: pusat peribadahan, pusat kegiatan keagamaan masyarakat muslim di Berlin, pusat pendidikan Al Qur'an bagi anak-anak dan remaja melalui program Taman Pendidikan Al Qur'an, pusat pendidikan agama Islam melalui pengajian-pengajian rutin mingguan dan bulanan, kegiatan selama Ramadan, pusat perpustakaan dan literatur keislaman, kajian-kajian ilmiah, sarana silaturahim untuk saling kenal-mengenal sesama warga, sarana memperkenalkan budaya Indonesia kepada komunitas internasional baik melalui jalinan kerjasama maupun melalui ragam kegiatan sosial seperti bazar makanan tradisional Indonesia, fasilitas kegiatan olahraga, dan turut membantu saudara-saudara di Indonesia yang tertimpa bencana dengan menggalang dana bantuan.

Kegiatan masjid kami memfokuskan kepada pengenalan budaya dan kearifan masyarakat Islam Indonesia, yang merupakan salah satu bukti bahwa bangsa Indonesia mampu berkontribusi dalam bidang kebudayaan dan keagamaan di Jerman.

Dengan semangat membuka diri, Masjid Al Falah ingin memberikan kontribusi untuk masyarakat Berlin yang lebih luas. Masjid Al Falah aktif dalam paguyuban masjid di Berlin melalui Initiative Berliner Muslime (IBMUS) juga paguyuban lintas budaya dan agama di Buergerplatform Wedding-Moabit. Bahkan menjadi wakil umat Islam dalam Komisi Integrasi Depdagri Jerman. Seiring dengan perkembangan dakwah, jumlah jamaah pun kian ramai. Alhamdulillah, sampai menjelang akhir Ramadhan, Masjid Al Falah tetap penuh saat acara Ifthar bersama dan dilanjutkan dengan Tarawih.

Pintu utama Masjid Al-Falah Berlin.

Al Falah juga berhubungan baik dengan warga Jerman di sekitar masjid. Ada Open Day setiap tahun, dimana warga Berlin ramai-ramai mengunjungi masjid. Umat Muslim di Berlin, walaupun ada berbagai bangsa tapi selalu kompak mulai dari mendukung Palestina dan mengecam teror bom di Indonesia. Bahkan mereka bisa menyepakati Ramadan dan Idul Fitri bersama, suatu hal yang kadang sulit dilakukan di tanah air.

Menjadi muslim Indonesia di Jerman memiliki berkah tersendiri. Kita dilihat sebagai wajah muslim yang penuh toleransi. Pemerintah Jerman ingin belajar mengenai kerukunan beragama dan Indonesia sering dijadikan rujukan. Fakta yang cukup membanggakan. Al Falah bersama IBMUS kini sedang memperjuangkan ke Dewan Kota Berlin untuk menjadikan Idul Fitri dan Idul Adha menjadi hari libur lokal di Berlin.

Impian memiliki bangunan masjid sendiri

Dengan luas sekitar 200 m2, mampu menampung sekitar 180 jamaah sholat. Namun seiring meningkatnya jumlah kaum muslim Indonesia di Berlin, masjid ini diperkirakan tidak akan mampu lagi menampung jumlah jamaah yang semakin banyak dalam beberapa tahun ke depan. Status bangunannya sebagai gedung sewa juga cukup beresiko, karena pemutusan kontrak sewa akan mengharuskan dipindahnya masjid, sebuah proses yang tidak sederhana dan berakibat pada terganggunya ibadah dan kegiatan keislaman kaum muslim Indonesia di Berlin. Hal ini pernah terjadi pada tahun 2005, kontrak sewa masjid diputus sehingga masjid tidak memiliki tempat ibadah selama lebih dari satu tahun.

contoh poster kegiatan masjid Al-Falah
Menginat akan hal hal tersbut dia tas para jamaah muslim Indonesia di Jerman memimpikan untuk memiliki gedung masjid sendiri dan bukan menyewa. Tidak lain untuk kepastian dan ketenangan beribadah selain tentunya menyesuaikan kapasitas masjid dan jumlah jamaah. Maka, pada Sabtu 12 September 2009 usai Tarawih, Ketua Masjid Al Falah IWKZ e.V. Bapak Makky Sandra Jaya secara simbolis bersama para jamaah membacakan piagam kebulatan tekad untuk membangun Masjid Indonesia yang dimiliki sendiri.

Insya Allah masjid yang akan tersebut akan menjadi masjid Indonesia pertama yang secara penuh dimiliki dan dibangun oleh anak bangsa di Jerman. Masjid Al-Falah dan segenap jamaah mengundang seluruh umat muslim Indonesia di luar negeri dan di tanah air untuk ikut bahu membahu berpartisipasi dalam ikhtiar bersama membangun Rumah Allah tersebut.

Umat Islam yang berniat membantu bisa berkontribusi melalui rekening yang dicantumkan dalam situs
www.iwkz.de. Selain itu, informasi juga disebarluaskan lewat berbagai milis dan situs jejaring sosial. Masjid Al Falah juga menggandeng sejumlah yayasan di tanah air untuk menerima dan menghimpun dana dari Indonesia. Semoga Allah memudahkan segala ikhtiar tersebut.***

----------oooOOOooo----------

Minggu, 23 Januari 2011

Masjid Sunshine – Victoria, Australia

Sunshine Mosque, Sunshine, Victoria, Australia.

Sunshine, bila di Indonesiakan menjadi kilauan mentari, adalah nama sebuah tempat di Victoria, Australia, negeri tetangga kita di sebelah selatan. Nama tempat itu yang kemudian lengket dengan nama masjid ini. Masjid yang dibangun dan dikelola oleh komunitas muslim keturunan Siprus Turki di Australia.

Resminya masjid ini bernama Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria. Cyprus Turkish atau Turkish Cypriot merupakan sebutan untuk orang orang Siprus ber-etnis Turki. Siprus sendiri memang hingga kini merupakan negara pulau di laut mediterania yang terbelah menjadi dua, paska invasi Turki ke pulau tersebut di tahun 1978. The Republic of Cyprus di bagian selatan dikuasai oleh warga Siprus keturunan Yunani, sedangkan Turkish Republic of Northern Cyprus (TRNC) di bagian utara merupakan warga Siprus keturunan Turki.

Sunshine Mosque, Sunshine, Victoria, Australia.

Muslim Siprus keturuanan Turki inilah yang kemudian hijrah ke Australia. Dan kini sudah menjadi bagian dari warga negara Australia tanpa kehilangan identitas ke Islaman dan Siprus Turki mereka. Dan itu pula sebabnya masjid ini benar benar merepresentasikan nuansa Turki yang sangat kental. Menghadirkan bangunan Turki di Australia.

Alamat dan Lokasi Masjid Sunshine

Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria
618 Ballarat Road
Sunshine
Victoria Australia 3020


Sejarah Masjid Sunshine

Tahun 1956 Komunitas Siprus Turki di Australia membeli sebuah gedung di 588 Rathdowne street, Carlton, dan membentuk Asosiasi Turki Siprus. Gedung tersebut digunakan sebagai aula serbaguna, untuk segala macam kegiatan sosial dan pertemuan termasuk sholat berjamaah di perayaan Bayram juga diselenggarakan di tempat ini, karena gedung itu merupakan satu satunya yang dimiliki oleh muslim Siprus Turki ketika itu.

Komunitas Siprus Turki di Australia atau Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria, dalam perkembangan nya memiliki akar sejarah di Richmond, Clifton Hill, dan kemudian direlokasi ke Ballarat Road, kawasan Sunshine tahun 1985. Bangunan yang berupa masjid ini yang kemudian terkenal dengan nama “Sunshine Mosque” atau Masjid Sunshine, merupakan masjid terbesar di Negara bagian Victoria, Australia.

Tidaklah mudah bagi Masjid Sunshine untuk mendapatkan statusnya di negara bagian Victoria. Membutuhkan segala daya upaya dan keteguhan serta bantuan finansial yang tidak sedikit dari komunitas lokal. Keseluruhan proyek itu di tangani oleh Almarhum Hasan Dellal, yang sudah meluangkan waktu untuk mengkoordinir jalannya proyek dimaksud.

Sebuah foto lama. Muslim Siprus Turki diantara muslim lainnya di masjid Sunshine. tampak jelas ada beberapa Muslim dalam pakaian dan peci khas Nusantara.

Era Rathdowne street

Muslim dari berbagai bangsa kemudian memadati gedung di Rathdowne Street untuk melaksanakan ibadah sholat. Jemaah berdatangan ke Rathdowne street sebagaimana bangunan kecil yang terpisah beberapa ruas jalan dari sana juga digunakan sebagai tempat ibadah. Individu individu yang yang memiliki pengetahuan Islam menuju ke rathdowne street ini untuk menunaikan ibadah sholat. Kala itu masih belum ada imam yang memiliki latar belakang pendidikan agama secara khusus.

Tahun demi tahun berlalu komunitas muslim meningkat dan Rathdown street tidak lagi mampu mengakomodir para jemaah. Kemudian keluar gagasan untuk memusatkan kegiatan peribadatan di sebuah bangunan masjid yang cukup besar untuk menampung jemaah yang semakin meningkat sudah menjadi konsensus bersama diantara para jemaah.

Masjid Sunshine dipotret dari menaranya.

Beberapa jamaah berkeyakinan dan menganggap penting untuk mendukung pembentukan administrasi di Masjid Preston yang digunakan oleh berbagai muslimin dari berbagai kalangan, sementara jemaah lainnya berpendapat mereka memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk berkontribusi ke organisasi lain nya dan pada ahirnya memilih bertahan di Rathdowne street.

Peran Hasan Dellal

Masjid Preston adalah satu dari tempat ibadah resmi bagi komunitas muslim, dan di kelola oleh muslimin dari berbagai bangsa. Termasuk dari muslim Siprus Turki. Tahun 1962 terbentuklah Fedrasi Masyarakat Muslim Australia (Astralian Federation of Islamic Sociaties-AFIS) yang menghimpun semua organisasi komunitas Muslim dari berbagai kalangan di Australia yang semakin berkembang.

Kesempatan tersebut menjadi hal yang penting bagi komunitas muslim Siprus Turki karena Ibrahim Dellal menjadi salah satu pendiri federasi tersebut. Ibrahim merangkap jabatan dan tanggung jawabnya sebagai orang Siprus Turki beliau bekerja keras di AFIS dan Masjid Preston yang keduanya merupakan representasi muslim dari berbagai bangsa.

Interior Masjid Sunshine.

Ibrahim terlibat dalam kepengurusan Masjid Preston bersama dua saudaranya Hasan dan Ahmet, menjadi faktor kunci dalam perkembangan kehadiran Muslim Siprus Turki disana. Penghargaan kepada segala upaya mereka terkait dengan kerja keras mereka dalam komunitas memberikan perkembangan yang baik. Partisipasi Muslim Siprus Turki yang turut serta dalam sholat berjamaah di masjid tersebut dan melibatkan diri dalam aktivitas sosial termasuk program penggalangan dana.

Perpindahan dari Ratdowne street ke Masjid Preston dengan sendirinya memberikan pengalaman kepemimpinan dan kemampuan administrasi yang menjadi bekal berharga mereka dikemudian hari ketika membantu mendirikan dan menjalankan Masjid Sunshine.

Pembangunan Masjid Sunshine

Tahun 1985 komunitas Siprus Turki menemukan lahan kosong di kawasan industri ringan di daerah Ballarat Road, daerah Sunshine dan sepertinya cocok sebagai tempat mendirikan masjid.

Tiga anggota komite masing masing Hasan Dellal, Salih Huseyin dan Huseyin Deniz menggadaikan rumah mereka ke bank sekaligus menjadi penjamin pinjaman untuk pembelian lahan masjid tersebut seharga $191 ribu dolar.

Hasan Dellal kemudian menjadi presiden, Manajer sekaligus juru bicara dari Masyarakat Islam Siprus Turki sejak awal pembangunan masjid Sunshine ketika masih berupa lahan kosong penuh rumput liar. Dengan bantuan dari komite Hasan berikrar untuk bekerja semata mata lillahita’ala. Beliau telah mempersembahkan hidupnya untuk mengabdi bagi komunitas muslim untuk menyelesaikan pembangunan masjid setelah beliau memasuki masa pensiun. 

Di tahun  pertama setelah membeli lahan tersebut masjid dan rumah kediaman bagi imam pun dibangun menghabiskan dana sekitar $130 ribu dolat. Biaya untuk membangun rumah imam dapat ditekan karena kontraktor yang membangun masjid bekerja bersama masyarakat muslim dengan sukarela sampai pembangunan nya selesai.

Interior Masjid Sunshine.

Setelah melunasi pinjaman di bank dari dana donasi, lahan tersebut diserahterimakan ke Masyarakat Islam Siprus Turki di tahun 1990. dan mendapatkan statusnya sebagai badan hukum di tanggal 9 Oktober tahun yang sama.

Pembangunan masjid tersebut dimulai tahun 1992 dirancang oleh arsitek Turki Turkan dan Yilmaz Gursoy. Komunitas Siprus Turki berkeinginan menghadirkan membangun sebuah masjid dengan design jaman ke emasan Turki Usmani di Australia. Mengingat nenek moyang mereka yang ada yang berasal dari Asia, Afrika dan Eropa. Masjid tersebut merupakan cerminan dari Masjid Biru di Istanbul, Turki, dalam ukuran yang lebih kecil, namun menjadi salah satu masjid terbesar di Australia. Namun demikian masjid yang kini berdiri tidaklah sama dengan rencana awalnya.

Saat ini masjid Sunshine memiliki 17 kubah dan berlantai dua. Dilengkapi dengan satu menara, plaza tengah dengan tempat penyelenggaraan jenazah serta lahan parkir. Merki belum selesai 100% masjid ini merepresentasikan pencapaian dan berkah bagi keseluruhan komunitas Ausitralia dari Komunitas Cyprus Turki. Bagi kaum muslimin bangunan ini menjadi tempat beribadah dan bagi non muslim dapat mengagumi dan menikmati keindahan masjid ini tatkala melintas di jalan lingkar menuju ke pusat kota Melbourne.

Open day tahun 2007 d masjid Sunshine
Imam Masjid

Masjid Sunshine menjalankan tugas tidak saja sebagai tempat ibadah.  Imam masjid ini di datangkan langsung dari Turki dan ditangani serta di danai oleh lembaga Diyanet yang bertanggung jawab penuh bagi biaya perjalanan, gaji untuk imam dalam kontrak kerja selama 3 tahunan hingga ongkos kembali nya imam ke Turki bersama keluarganya. Imam yang bekerja di Masjid Sunshine ini adalah para sarjana Islam lulusan dari universitar universitar terkemuka yang diakui oleh pemerintah Turki.

Masjid yang membuka diri

Dalam upaya memperkenalkan Islam, mempererat relasi dengan pemeluk agama lain serta menurunkan tensi Islamphobia sebagai akibat kesalahfahaman tentang Islam, Masjid Sunshine ini membuka diri untuk kunjungan dari pihak manapun termasuk dari kalangan non muslim. Kunjungan dari manapun difasilitasi dengan baik oleh pengurus masjid. Interfaith dialog bukan hal aneh di masjid ini, dalam usaha mereka menjalin kerukunan sesama pemeluk agama di sana.

------------------oooOOOooo------------------

Minggu, 16 Januari 2011

Masjid di Istana Schwetzingen, Jerman

Masjid di Istana Schwetzingen, Jerman

Bila anda berfikir bangunan megah ini adalah sebuah istana, anda salah !. Ini adalah sebuah masjid yang letak nya memang berada didalam komplek istana Schwetzingen, Istana Jerman di masa lalu. Sayangnya masjid tua, megah, indah dan mewah ini kini tidak lagi difungsikan sebagai masjid. Pemerintah setempat mengubahnya menjadi tak lebih dari sebuah musium masjid dari masa lalu, sebagai bangunan bersejarah dan objek wisata, seperti halnya bangunan lainnya yang berada di dalam kompleks Istana Schwetzingen. Kecuali hari Senin, bangunan Masjid Schwetzingen terbuka bagi kunjungan masyarakat umum..

Di peta kamu akan dengan mudah menemukannya di dalam komplek Istana Schwetzingen, dengan nama Moschee im Schwezingen Schlossgarten atau Mosque in The Palace Garden. 

Lokasi Masjid Schwetzingen



Masjid Schwetzingen antara sejarah dan legenda

Keberadaan bangunan masjid di di Kota Schwetzingen, Jerman sudah ada sejak akhir abad ke-18. Merupakan masjid pertama yang dibangun di Jerman. Pada 1740, Raja Frederick II, pemegang kekaisaran Roma dan Raja Yerusalem dan Sicilia berkata, ''Semua agama adalah sama dan baik, jika orang-orang yang memeluknya jujur, dan bila Turki datang kemari dan ingin tinggal di negara ini, maka kita akan dirikan bagi mereka masjid-masjid.''

Masjid pertama di Jerman ini cukup unik, mengingat lokasi pembangunannya yang berada didalam kompleks Istana Schwetzingen. Konon masjid Schwetzingen dibangun untuk menghormati toleransi. Tetapi tidak sedikit isu sejarah yang beredar di kalangan masyarakat Schwetzingen menyebutkan bahwa masjid ini sengaja dibangun sebagai hadiah bagi salah satu istri raja yang berasal dari Turki dan beragama Islam. Desas-desus lain yang juga berkembang luas di tengah masyarakat adalah bahwa salah satu bangsawan yang hidup di sini pada masa itu ada yang Muslim.

Masjid di Istana Schwetzingen, Jerman

Masjid Scwetzingen dirancang dan dibangun pada tahun 1796 oleh arsitek berkebangsaan Perancis Nicolas de Pigage (1723-1796). Proses pembangunan kompleks Masjid Schwetzingen sendiri memakan waktu lima belas tahun lamanya (1779-1796). Dan kini menjadi satu satunya masjid taman dari abad ke 18 di eropa yang masih eksis.

Islam di Jerman dulu dan kini

Sejarah mencatat,  pada zaman Turki Utsmani (1300-1922), penyebaran Islam sudah masuk ke kawasan benua Eropa saat ini. Namun, Islam baru masuk Jerman pada tahun 1700-1800, diperkenalkan oleh para imigran asal Turki. Sehingga tidak mengherankan jika komunitas Muslim di Jerman kebanyakan adalah orang-orang keturunan Turki.

Perkembangan Islam di Jerman cukup pesat. Pada 1989, sensus yang dilakukan suatu organisasi Islam mencatat sekitar 10 ribu orang Jerman asli memeluk Islam. Pada 2006, jumlah penduduk Muslim di Jerman mencapai 3,3 juta jiwa atau sekitar empat persen dari populasi penduduk Jerman.

Dengan perkembang yang cukup pesat ini, sampai sekarang terdapat sekitar 2.500 masjid di Jerman, dan hanya 160 yang dikenal luas. Kendati demikian, tren pembangunan masjid baru di negeri ini sedang meningkat. Sedikitnya ada 200 masjid yang tengah dikonstruksi saat ini.

Masjid di Istana Schwetzingen, Jerman

Arsitektur Masjid Schwetzingen

Masjid Schwetzingen merupakan bangunan terbesar pertama yang mengedepankan gaya arsitektur oriental di sebuah negeri berbahasa Jerman. Pigage (sang arsitek) menggabungkan elemen-elemen dari arsitektur Islam Moor dengan eksotisme dari kisah-kisah dongeng Seribu Satu Malam.

Tak hanya sebatas itu. Oleh sang arsitek, Masjid Schwetzingen juga dirancang dan dibangun dengan menggunakan konsep taman. Karenanya masjid ini menjadi masjid taman pertama yang dibangun pada abad ke-18, dan hingga kini masih berdiri megah di kawasan Eropa. Taman yang berada di sekeliling bangunan masjid mengadopsi konsep taman-taman di Turki.

Pesona arsitektur Timur secara jelas sudah bisa ditangkap manakala pengunjung melihat bagian luar dari bangunan Masjid Schwetzingen. Pengaruh arsitektur Timur ini semakin tampak jelas, saat memasuki bagian tengah masjid, yang berbentuk kubah bundar, yang diapit oleh ruangan-ruangan berbentuk persegi. Gaya oriental juga tampak kental pada interior masjid, dengan penggunaan mosaik marmer pada lantai di ruang bagian tengah.  

Masjid di Istana Schwetzingen, Jerman

Bagian langit-langit masjid dihiasi dengan ornamen dari bahan plesteran. Di bagian tengah bangunan masjid ini terdapat ruangan khusus bagi para imam masjid. Keberadaan ruang khusus ini semakin memperkuat kesan bahwa bangunan ini pada masa lalu pernah difungsikan sebagai tempat ibadah.

Sedangkan permukaan dinding masjid bagian dalam dihiasi dengan lukisan dan sepuhan emas. Kutipan ayat-ayat Alquran bisa kita jumpai pada permukaan dinding masjid bagian luar dan di langit-langit kubah. Untuk mencapai bagian teras depan masjid, kita harus melewati sejumlah tiang pilar yang dari kejauhan tampak terlihat seperti memainkan siluet bayangan dan cahaya secara bergantian.

Seperti bangunan masjid lainnya yang dibangun pada masa pemerintahan Turki Utsmani, Masjid Schwetzingen juga dilengkapi dengan bangunan menara yang menghiasi kedua sisi bangunan masjid. Sudah menjadi ciri khas menara masjid masjid bergaya turki Usmani bahwa sebuah menara dibuat selansing dan setinggi mungkin, sayangnya menara Masjid Schwetzingen ini tertutup bagi kunjungan wisatawan. Pengunjung tidak diperbolehkan untuk menaiki anak tangga yang menuju ke puncak menara.***

------------------oooOOOooo------------------

Masjid Istiklal Indonesia di Bosnia & Herzegovina

Masjid Istiklal Indonesia di Sarajevo, Bosnia (foto dari Flickr)

Bosnia & Herzegovina, negeri muslim Eropa di bekas negara federasi Yugoslavia yang berhaluan komunis. Sebelum tahun 1995 namanya nyaris tak terdengar di telinga kaum muslimin sedunia termasuk di Indonesia. Perang dan pembantaian etnis Muslim oleh Serbia di tahun 1995, mengangkat nama Bosnia Herzegovina ke dunia internasional dan menyadarkan muslim sedunia akan kehadiran saudara sesama muslim di semenanjung Balkan itu yang sudah sekian lama hidup dibawah tekanan.

Paska perang, negeri ini mulai berbenah dan menata diri. Indonesia menorehkan sejarah tersendiri di negeri nya Alija Izetbegovik ini. Di kota Sarajevo, ibukota Bosnia & Herzegovina kini berdiri megah Masjid Istiklal yang dibangun atas biaya dari para dermawan muslim Indonesia, rakyat, pejabat dan pemerintah Indonesia. Menjadi lambang persahabatan dua negara.

foto dari rijaset.ba

Nama Masjid

Masjid ini bernama Masjid Istiklal, atau biasa disebut dalam bahasa setempat sebagai Istiklal Dzamija, kadangkala disebut juga sebagai masjid Indonesia, bahkan juga disebut dengan nama Masjid Soeharto. Nama manapun yang disebut kesemuanya merujuk kepada masjid yang sama.

Lokasi Masjid

Masjid Istiklal ini terletak di Sarajevo, ibukota Bosnia & Herzegovina. di lingkungan perumahan di daerah Otoka, dekat Federal TV building dan tidak jauh dari halte trem kota Sarajevo. Sama dengan nama masjid Istiqlal di ibukota RI, Jakarta. Hanya hurup Q nya saja yang diganti dengan hurup K. Makna nya pun sama sama Merdeka. Masjid Istiqlal di Jakarta dibangun ketika Indonesia belum lama merdeka. Masjid Istiklal di Sarajevo ini pun dibangun tak lama setelah Bosnia & Herzegovina merdeka dari tragedi kemanusiaan paling brutal di abad moderen.


Masjid Istiklal ini terletak cukup jauh dari pusat kota dibangun di wilayah Sub Urban dimana terdapat pusat perbelanjaan modern dan tradisional yang berdampingan di kota tua. Dari beberapa sudut panorama masjid ini terlihat berlatar belakang gedung gedung di wilayah tersebut. Meskipun demikian, tidak sulit untuk menemukan Masjid ini, karena dapat dilihat dari jalur trem yang cuma satu dan dan berputar dari kota tua (Bascarija) ke ujung lain kota Sarajevo (Illidza) dan kembali ke kota tua. Di pusat perbelanjaan kota tua ini, terdapat beberapa masjid kuno yang masih berdiri tegak dan masih aktif digunakan untuk kegiatan keagamaan. Selain itu, terdapat juga madrasah yang didirikan pada abad ke 16 dan masih digunakan hingga sekarang.

Sejarah Pembangunan Masjid

Masjid Istiklal yang sesuai dengan prasastinya diresmikan oleh Presiden Megawati pada tahun 2001, melengkapi masjid-masjid yang sudah ada. Di dalam situs Islam Bonia di http://www.dzamije.info disebutkan dengan jelas bahwa masjid Istiklal adalah hadiah dari pemerintah dan Bangsa Indonesia untuk muslim Bosnia.

tampak depan (foto dari Panoramio)

Masjid ini dibangun cukup lama. Niat pembangunannya sudah dimulai oleh Presiden Soeharto pada kunjungan ke Sarajevo tahun 1995 dan baru diresmikan pada tahun 2001 oleh Presiden RI ke-5 Ibu Megawati Soekarno Putri. Jadi masjid ini dibangun di masa pemerintahan empat Presiden RI, yaitu Pak Soeharto, Pak Habibie, Gus Dur, dan Ibu Megawati, jika di hitung masa pembangunannya sejak tahap perencanaan.

Perjalanan Pak Harto ke Sarajevo, ibukota Bosnia Herzegovina, 13 Maret 1995, memang penuh risiko. Apalagi dua hari sebelumnya tanggal 11 Maret 1995 sebuah pesawat PBB ditembak jatuh di atas udara Bosnia. Panglima pasukan PBB di Bosnia kala itu bahkan lepas tangan dan tidak berani bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi kepada Presiden Soeharto dan rombongan apabila tetap memaksakan diri untuk berkunjung ke Bosnia.

Suasana Peresmian Masjid Istiklal di Sarajevo
 (liputan6.com)
Perjalanan Pak Harto ke Sarajevo itu setelah menghadiri KTT untuk Pembangunan Sosial di Kopenhagen, Denmark, dan kunjungan balasan ke Kroasia. Serta dalam kapasitas beliau sebagai ketua gerakan Non Blok untuk bertemu dengan Presiden Bosnia Alija Izetbegovic.


Keseluruhan rombongan sebanyak 15 orang termasuk Presiden Soeharto diminta untuk menandatangani kontrak mati sebelum penerbangan ke Sarajevo, oleh pasukan PBB. Kunjungan yang kemudian tercatat dalam sejarah sebagai sebuah kunjungan yang begitu berani ke kancah perang yang sedang berkecamuk dan begitu brutal di kawasan Balkan dan hanya pernah dilakukan oleh presiden Republik Indonesia. Pertemuan 2 jam dengan presiden Bosnia berjalan lancar dan Pak Harto beserta rombongan kembali dengan selamat ke tanah air setelah kunjungan menegangkan yang bersejah itu.

Arsitektur Masjid

Suasana khas Indonesia sangat kental di bagian dalam masjid ukiran ikiran kayu khas Indonesia menghias mihrab, mimbar dan kusen kusen masjid (foto dari dzamije.info)

Masjid Istiklal Indonesia dirancang oleh arsitektur Indonesia Fauzan Noe’man arsitek kenamaan yang juga merancang masjid masjid besar di tanah di tanah air termasuk masjid Raya Batam  dan masjid Baiturrahim di komplek Istana Merdeka, Jakarta. Arsitektur masjid ini termasuk unik untuk masjid di Eropa, terutama karena interiornya yang berhias ukiran kayu yang merupakan sumbangan para pejabat dan dermawan Indonesia pada waktu itu. Demikian juga dengan aksesori lain seperti lampu robyong, juga sumbangan dari dermawan Indonesia.

Dibangun selama dua tahun dengan dana US$ 2,7 juta di atas tanah seluas hampir 2.800 meter persegi. Berukuran 28 x 30 meter. Dilengkapi kubah berdiameter 27m setinggi 27 m. kubah masjid dilengkapi dengan tiga susun celah untuk sebagai ruang masuk cahaya alami ke dalam masjid. Dua menara kembar nya setinggi 48 meter. Dua menara itu digambarkan sebagai simbol persahabatan kedua negara, Indonesia dan Bosnia & Herzegovina.

Nuansa Khas Indonesia di pintu utama masjid (dzamije.info)

Mimbar untuk khatib berupa tangga seperti yang biasa ditemui di masjid-masjid di timur tengah dan masjid-masjid lain di Sarajevo, yang membedakannya adalah ukuran kayu jati di mimbar tersebut di hias dengan ukiran khas Indonesia. Masjid ini memang dibangun berdasarkan perpaduan gaya dua negara, selain dihiasi kaligrafi Arab dari kayu jati, interior masjid juga dilengkapi lampu gantung hias dari Indonesia. Pintu masuk masjid juga dibuat dari kayu jati bertuliskan huruf Arab. Kubah yang menjadi ciri khas masjid di Bosnia juga terlihat pada Masjid Istiqlal. Namun, bedanya kubah pada masjid ini dipenuhi oleh 3 susun jendela sehingga sinar matahari bisa masuk ke ruangan masjid.

Masjid Istiqlal terdiri dari tiga lantai. Lantai dasar digunakan untuk kantor, tempat wudhu, auditorium yang biasa diapakai untuk acara pernikahan dan lain nya, perpustakaan, pusat arsitektur Islam dan ruang kelas. Lantai dua beralaskan karpet diperuntukkan sebagai ruang sholat khsusu pria dan lantai tiga digunakan khusus untuk ruang salat wanita.

Aktivitas Masjid & Pengelolaan Masjid

Masjid Istiklal Indonesia terletak Selain untuk kegiatan keagamaan, masjid ini juga terdapat pusat studi arsitektur Islam, Center for Islamic Architecture. Di dua sholat hari raya masjid ini dipadati oleh sekitar tujuh ribu jeaah. Sementara di hari jum’at ruang sholat untuk wanita juga dipakai untuk menampung jamaah masjid. Karena memang wanita tidak diwajibkan untuk sholat jum’at.

Sulit membayangkan masjid Istiqlal Jakarta ditengah salju yang memutih, tapi hal itu sudah bisa di masjid Istiklal Indonesia di Sarajevo ini (foto dari Panoramio).

Berbeda dengan beberapa donatur dari Timur Tengah yang bila membangun masjid di suatu negara juga mengelola sendiri masjid yang dibangun termasuk menempatkan beberapa orang di posisi penting kepengurusan masjid, masjid Istiklal Indonesia di Sarajevo ini pengelolalannya diserahkan kepada komunitas muslim setempat.

Masjid ini sempat menjadi buah bibir di tanah air ketika sebuah stasiun televisi menayangkan berita tentang masjid ini. Kala itu di tampilkan sosok imam masjid Istiklal Indonesia di Sarajevo ini yang masih sangat muda, Imam (Al-Hafiz) Aziz Alili, penampilan imam masjid ini pun tak seperti yang biasa kita jumpai, sosok imam masjid yang sudah sepuh, dan berjenggot. Tapi imam masjid ini selain masih sangat muda tapi juga bermuka kelimis. Tapi kemampuannya tak diragukan. Dalam rekaman video di bawah ini anda dapat menikmati kepiawaian beliau melantunkan ayat suci Al-Qur’an di sebuah majelis yang dihadiri para ulama sepuh dan muslim Bosnia Herzegovinia di Sarajevo yang memadati masjid Istiklal Indonesia ini.***

------------------------oooOOOooo-------------------------


Minggu, 09 Januari 2011

Masjid Al-Hikmah Komunitas Muslim Indonesia di Den Haag, Belanda (Bagian II)

Lanjutan dari Bagian I

Masjid Al-Hikmah, Den Haag, Belanda (foto dari PPME)

Yang unik dari Masjid Al-Hikmah, Den Haag

Ada sesuatu yang unik di Masjid Al-Hikmah, Den Haag ini. Di sholat idul fitri ketika jemaah masjid membludak dan tidak tertampung untuk pelaksanaan sholat Ied sekaligus, masjid Al-Hikmah ini menggelar sholat Ied dua kali atau dua babak, seperti yang terjadi di Idul Fitri tahun 2009 lalu, babak pertama bertindak selaku imam Shalat Id adalah KH Ali Mahfudz Suyat MA, seorang ulama dan ahli seni kaligrafi yang sengaja didatangkan secara khusus dari Indonesia. Kemudian Sholat Id shift kedua dipimpin oleh imam KH Naf'an yang sehari-hari merupakan imam masjid Al Hikmah Belanda. Sholat Id digelar tepat pukul 10.00 waktu setempat dan dilanjutkan dengan khotbah Idul Fitri oleh KH Ali Mahfudz. Sholat ied di masjid Al-Hikmah ini selain dihadiri oleh jemaah yang membludak, juga di hadiri oleh para petinggi dari KBRI di Den Haag.

JEMAAH masjid Al-Hikmah Den Haag, Demikian banyaknya umat, sehingga shalat Id terpaksa dilakukan dua babak. Babak pertama yang sudah selesai shalat diminta duduk merapat sambil menunggu khotbah (detikfoto)

Di sholat idul fitri jemaah dari berbagai bangsa yang memadati masjid ini tidak saja diruang dalam masjid tapi jemaah juga rela sholat ied di halaman masjid beralaskan terpal dan papan, dalam suhu musim gugur Belanda yang tetap saja dingin bagi orang Indonesia yang tak terbiasa, maklumlah suhu hangat disana hanya sekitar 13 derajat selsius.

Kapasitas dan Kegiatan Masjid Al-Hikmah Den Haag

Masjid Al Hikmah merupakan bangunan dua lantai yang mampu menampung sekitar 800 jamaah. Pada hari Jumat dan selama bulan Ramadan, biasanya jumlah jamaah bisa mencapai sekitar 400 orang. Lantai dasar, digunakan untuk kegiatan remaja masjid Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME) Den Haag, dan aktivitas pengajian lainnya, sementara lantai atas, dipergunakan untuk sholat. Pada akhir pekan masjid ini biasanya menggelar kegiatan pengajian, Taman Pendidikan Alquran (TPA) dan buka puasa bersama yang diikuti muslim dari berbagai komunitas. Tak hanya muslim Indonesia, tapi juga Maroko, Turki, Somalia, dan Belanda.

Duta Besar Republik Indonesia Untuk Negeri Belanda, Bapak J.E. Habibie Ketika turut serta dalam sholat berjamaah Idul Fitri di masjid Al-Hikmah Den Haag (detikfoto).

Masjid Masjid di Belanda

Berdirinya Masjid Al-Hikmah memperpanjang deretan jumlah masjid di Belanda. Pada 1990 saja, jumlah masjid sudah mencapai 300 di seluruh Belanda. Ini meningkat jauh dari 1971, yang ketika itu hanya terdapat beberapa buah, di antaranya Masjid Mubarak yang didirikan kalangan Ahmadiyah (1953), dan Masjid Maluku An-Nur di Balk. Masjid Maluku itu didirikan eks anggota Koninklijk Nederlandse Indische Leger (KNIL). Pada 1951-1952 sekitar 12 ribu anggota KNIL beserta keluarganya dari Maluku dibawa ke Belanda. Sebagian mereka beragama Kristen, sebagian lainnya Islam. Saat ini diperkirakan terdapat lebih 50 ribu orang Maluku di Belanda.

Indonesia dan Islam di Belanda

Berdasarkan data statistik Central Bureau de Statistiek 1994, jumlah umat Islam dari 15.341.553 jumlah penduduk Belanda saat itu, menempati posisi ketiga (3,7 persen), setelah Katolik Roma (32 persen), dan Kristen Protestan (22 persen). Sebanyak 40 persen warga Belanda mengaku tidak beragama, dan sekitar 0,5 persen pemeluk Hindu. Pada 1971, jumlah umat Islam 54.300 jiwa, dan meningkat pesat pada 1993 menjadi 560.300 jiwa. Kenaikan rata-rata 0,6 persen setahun. Umat Islam itu berasal dari Turki (46 persen), Maroko (38,8 persen), Suriname (6,2 persen), Pakistan (2,2 persen), Mesir (0,7 persen), Tunisia (0,9 persen), Indonesia (1,6 persen), dan lainnya (3,9 persen). Bertambahnya jumlah umat Islam dari tahun ke tahun itu, diperkirakan berasal dari imigran dan sebagian lain mendapatkan hidayah, dan pernikahan.

Muslim pertama di Belanda adalah dubes kesultanan Aceh Darussalam

Islam di Belanda awalnya diperkenalkan sekelompok mubaligh Ahmadiyah. Kelompok yang menamakan dirinya Holland Mission ini giat berdakwah melalui diskusi dan berbagai tulisan. Mereka juga menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Belanda. Dalam In het Land van de Overheerser karya Harry A Poeze, seperti dikutip Muhammad Hisyam dalam buku PPME; Sekilas Sejarah dan Peranannya dalam Dakwah Islam di Nederland, orang Islam pertama yang datang ke Belanda justru adalah Abdus Samad, Duta Besar Kesultanan Aceh untuk Belanda, pada tahun 1602. Hanya saja, kedatangan Abdus Samad ketika itu tidak dalam misi dakwah, selain waktu kunjungan yang singkat.

Seorang petugas kepolisian Negeri Belanda Berjaga jaga di areal masjid Al-Hikmah saat pelaksaan Sholat Hari Raya (detikfoto)

Selain Ahmadiyah, Islam mulai berkembang melalui orang-orang Indonesia. Ketika Belanda menerapkan politik etis, orang-orang Indonesia yang sebagian besar beragama Islam, berdatangan ke Belanda. Pada 1930-an, mereka mendirikan Perkoempoelan Islam. Organisasi, yang didirikan seorang Belanda Van Beetem yang kemudian berganti nama menjadi Mohammad Ali, ini diakui pemerintah Belanda, dan merupakan organisasi Islam pertama.

Selanjutnya, pada 1951-1952, sekitar 12 ribu anggota KNIL yang sebagian besar berasal dari Maluku, sebanyak 200 di antaranya beragama Islam, datang ke Belanda. Mereka yang semula ditempatkan dalam satu kamp dengan non-Muslim, lalu memisahkan diri dan bergabung sesama Muslim di kamp Wijldemaerk, Desa Balk, Provinsi Friesland. Di sinilah mereka membangun Masjid An-Nur yang dipimpin Haji Ahmad Tan. Sebagian lain, yang pindah ke Riiderkerk, mendirikan Masjid Baiturrahman yang indah pada 1990. Masjid ini pendanaannya dibantu Pemerintah Belanda.

Muslim Indonesia di Belanda dan PPME

 

Seperti Muslim yang berasal dari negara negara lain termasuk dari Maroko, Suriname, dan Tunisia, yang mendirikan organisasi, tempat ibadah, dakwah, dan membina agama bagi kelompoknya, Muslim Indonesia pun membentuk kelompok tersendiri. Selain Perkoempoelan Islam, juga berdiri Persatuan Pemuda Muslim se Eropa (PPME) pada 12 April 1971 atau 17 Safar 1391 H, Abdul Wahid Kadungga sebagai ketua untuk pertama kali dan sekteratis dijabat oleh Hambali Maksum. PPME yang hingga kini tetap bertahan, didirikan oleh mahasiswa dan pemuda Indonesia di Belanda dan Timur Tengah. Salah satu mahasiswa Indonesia turut membidani PMME adalah mendiang K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mantan Presiden RI ke-4 yang ketika itu di unggulkan menjadi ketua untuk pertama kali namun menolak karena ingin kembali ke tanah air.

Jemaah dari berbagai bangsa turut memadari masjid Al-Hikmah (detikfoto)

Sesuai dengan keputusan Ratu Juliana dan Menteri Kehakiman pada tanggal 6 Mei 1974, PPME yang berstatus “Vereniging atau Perkumpulan”  telah mendapat persetujuan untuk menjalankan kegiatannya selama 20 (dua puluh) tahun. Pada tanggal 14 Desember 1995 keputusan tersebut di ubah sesuai dengan perubahan undang-undang yang berlaku menjadi untuk kurun waktu yang tidak terbatas. Seiring perkembangan waktu dan besarnya potensi masyarakat Islam Indonesia, dirasa perlu adanya perpanjangan fungsi dan peran PPME di berbagai kota di Negeri Belanda, maka tidak lama kemudian secara bertahap dibentuk PPME Cabang Den Haag, PPME Cabang Rotterdam, PPME Cabang Amsterdam (1975), PPME Cabang Heemskerk (1998) dan yang terakhir PPME Cabang Breda (2005).***

---------------------oooOOOooo---------------------