Sabtu, 31 Desember 2011

Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS)

Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya.

Surabaya, metropolitan di timur Pulau Jawa, baru saja menjadi tuan rumah perhelatan Unity Cup yang mempertemukan Juara Liga Sepakbola Nasional Indonesia dan Malaysia dalam sebuah kompetisi yang bertujuan utama merekatkan dua bangsa serumpun melalui sepakbola. Pecinta sepakbola tanah air cukup terhibur dengan kemenangan Persebaya Surabaya Vs Kelantan FA dalam laga tersebut.

Kota Surabaya memiliki bangunan bangunan bangunan megah yang menjadi landmark kota Pahlawan ini. Sebut saja Jembatan Suramadu yang membentang dari Surabaya ke Pulau Madura tercatat sebagai jembatan terpanjang di Nusantara, di pusat kota Surabaya dari masa lalu masih berdiri jembatan merah yang begitu terkenal, dan dari arah laut terlihat begitu megah monumen Jalas Veva Jaya Mahe menjadi penanda kota Surabaya dan menjadi kenangan bagi siapa saja yang pernah berkunjung kesana. Diperingatan hari Pahlawan 10 Nopember tahun 2000 lalu Surabaya kembali menambah deretan landmark kotanya seiring diresmikannya Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS).

Dua bentuk atap Masjid Nasional AL-Akbar Surabaya, atap berkubah dan atap limas.

Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS) didirikan diatas
lahan seluas 11,2 hektar, dengan luas bangunan 28.509 m2 dan berkapasitas 59.000 jamaah. Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS) diproyeksikan untuk mewujudkan konsep masjid dalam arti luas, sebagai Islamic Center dengan peran multidimensi dengan misi religius, cultural dan edukatif termasuk wisata religi, untuk membangun dunia Islam yang rahmatan al amien. Secara lahiriyah, MAS menjadi Landmark baru kota Surabaya, secara simbolik memperkaya peta dunia Islam, dan tentu saja mengangkat citra kota Surabaya di mancanegara.

Lokasi Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS)

MAS Berlokasi di kawasan Pagesangan jalan Masjid Al Akbar Timur No. 1 Surabaya, lokasinya yang berada di tepi jalan tol Surabaya – Malang menjadikan MAS sebagai Landmark kota Surabaya yang menyambut siapa saja yang datang ke Surabaya dari arah bandar udara internasioanl Juanda.

Alamat Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya
Jl.Masjid Al Akbar Timur No.1 Pagesangan, Surabaya


Sejarah Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS)

Sejarah Awal Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya
           
MAS dibangun atas gagasan H. Soenarto Soemoprawiro (Alm) Walikota Surabaya saat itu. Peletakkan batu pertama pembangunan MAS dilakukan oleh Wakil Presiden RI H. Try Sutrisno pada tanggal 4 Agustus 1995, sedangkan pembangunannya baru dimulai September 1996. Bertepatan dengan hari Pahlawan pada tanggal 10 Nopember 2000 MAS diresmikan oleh Presiden RI, KH. Abdurrahman Wahid. Dalam hal ukuran, MAS Merupakan masjid terbesar kedua di Indonesia setelah Masjid Istiqlal di Jakarta. MAS juga memiliki mihrab yang merupakan mihrab masjid terbesar di Indonesia.

Lahan untuk pembangunan Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS) disediakan oleh pemerintah kota Surabaya dari lahan peruntukkan fasilitas umum ditambah lahan sawah penduduk yang telah dibebaskan hingga luas keseluruhannya kurang lebih 11,2 hektar dengan luas bangunan dan fasilitas penunjang seluas 22.300 meter persegi, dengan rincian panjang 147 meter dan lebar 128 meter. Lokasinya terletak di kawasan Pagesangan Surabaya Selatan, di tepi jalan tol Surabaya – Malang. Keberadaan masjid ini juga sangat khas sebagai gerbang kota Surabaya dari arah Bandar Udara Internasional Juanda.

Rancang bangun arsitektur MAS dikerjakan oleh tim dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) bersama konsultan ahli yang telah berpengalaman membangun masjid-masjid besar di Indonesia maupun luar negeri. Langkah awal pembangunan dilakukan dengan loading test untuk mengetahui kekuatan beban tanah, dilanjutkan dengan menentukan arah kiblat yang berita acaranya dihadiri dan disahkan oleh pemuka-pemuka agama dari Departemen Agama, Dewan Masjid dan lain-lain. Untuk kelancaran proses pembangunan, Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan Umum membuka jalan tol menuju masjid bagi keperluan pengangkutan alat-alat berat yang tidak mungkin dilaksanakan melalui ruas jalan di pemukiman penduduk.

Aerial view Masjid Nasional Al-Akbar.

Persiapan Lahan & Pengerjaan Struktur

Mengingat posisi lahan yang labil dengan tingkat kekerasan yang minim, maka pembuatan pondasi dilakukan dengan system pondasi dalam atau pakubumi, dengan menancapkan tiang pancang. Sempat terjadi kekurangan stok tiang pancang sehingga harus dipasok dari Jawa Tengah. Tidak kurang dari 2000 tiang pancang bagi pondasi masjid ini dan membutuhkan waktu selama tiga bulan untuk menyelesaikan keseluruhan proses pamancangannya.

Lantai dirancang dengan ketinggian 3 meter dari permukaan jalan sekitar lokasi,
berarti diperlukan tanah pengurugan setinggi itu pula. Namun dalam pelaksanaan selanjutnya mengalami perubahan, ruang urugan dijadikan basement, lantai diatas basement (lantai 1) disangga dengan tiang-tiang (sistem flooting floor). Pengerjaan lantai dibuat dengan sistem pengecoran ditempat dan beton precast, terdiri dari plat lantai empat persegi panjang berukuran 3 x 3 meter dan tebal 15 cm. Sampai dengan tahap penyelesaian lantai yang memakan waktu kurang lebih 3 bulan, lokasi pembangunan masjid juga pernah digunakan untuk sholat Idul Fitri.

Sedangkan pengerjaan kolom memakan waktu cukup lama, sekitar 3 bulan. Kolom berbentuk sentrifugal (bulat) dengan diameter 110 cm, 70 cm dan 60 cm sedangkan kolom-kolom basement didominasi diameter 40 cm. Karena kolom ini akan tetap tampak ketika bangunan sudah selesai, maka posisinya diperhitungkan dengan cermat dan estetikanya sangat diperhatikan.

Untuk dudukan struktur atap disiapkan, balok beton (ringbalk) dengan sistem vierendeel yang menghubungkan kolom-kolom struktur pada ketinggian 20 m dari atas lantai dasar (lantai 1). Ringbalk ini membentang 30 m tanpa kolom, sehingga bidang lantai tidak terpisah oleh sekat maupun kolom, dengan demikian dijamin bahwa jamaah tidak saling terpisah oleh sekat maupun kolom pada waktu sholat.

Atap Masjid Al-Akbar Surabaya.

Kubah Masjid

Rangka kubah dibuat dengan sistem space frame, menggunakan bahan besi baja dengan sistem chremona atau struktur segitiga yang disambung-sambung. Selanjutnya kubah dibentuk di atas rangka atap dengan bentangan utama berukuran 54 x 54 meter, tanpa ada tiang penyangga. Bobot kubah tersebut hampir mencapai 200 ton. Keunikan bentuk kubah ini ditunjang dengan bentuk kubah yang menyerupai setengah telur dengan 1,5 layer memiliki tinggi sekitar 27 meter. Kubah ini menumpu pada atap piramida terpancung dalam 2 layer setinggi kurang lebih 11 meter.

Penutup struktur rangka atap dan kubah terdiri dari tiga lapis yaitu Atap Kedap Air (AKA), ESP sebagai cover atap terluar, dan penutup plafon. AKA ini adalah dalam bentuk segmen-segmen yang menumpu pada konstruksi space frame yang ada dibawahnya. Sedangkan ESP adalah Enamel Sheet Panel merupakan plat baja yang dicoating atau diwarnai, kemudian dipanaskan hingga 800 derajat Celcius, selanjutnya plat dipotong-potong dengan ukuran tertentu dan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan ukurannya yang pada akhirnya berfungsi sebagai cover penutup atap. ESP ini didesain khusus untuk atap Masjid Nasional Al Akbar Surabaya dengan kemampuan tahan panas dan hujan serta tahan karat, diharapkan akan mampu berfungsi sampai 50 tahun lebih. Kemudian penutup rangka bawah yang berfungsi sebagai plafon ditutup dengan bahan kedap suara, sehingga akustik pada bangunan ini didesain dengan sangat memadai. Kesemuanya elemen penutup rangka atap tersebut telah teradopsi dari Masjid Raya Selangor di Syah Alam, Malaysia.

Pintu Masjid, Keramik, Kaligrafi dan Mimbar

Masjid ini memiliki 45 pintu dengan daun pintu (bukaan) ganda yang berarti dibutuhkan 90 daun pintu dengan ukuran masing-masing : lebar 1,5 m dan tinggi 4,5 m. Pintu terbuat dari kayu jati yang didatangkan khusus dari Perhutani dan dibuat oleh para pengrajin dari Surabaya. Kusen terbuat dari rangka besi dilapisi kayu yang dihubungkan ke engsel maupun slot yang telah diselaraskan dengan struktur dan estetika masjid. Karena berat daun pintu ini lebih dari 250 kg, maka engsel didesain dan dibuat secara khusus.

INTERIOR MAS. Kiri atas adalah ruang Shofa & Marwa, Kiri tengah adalah area Zam zam, Kiri bawah area mezanin, Kanan atas: sisi dalam kubah dilihat dari ruang sholat utama. Kanan bawah: area sholat utama.

Untuk memenuhi kenyamanan, estetika serta keserasian keseluruhan bangunan masjid, maka marmer dari Lampung dipilih untuk pelapis dinding dan lantai ruang dalam masjid, sehingga dukungan dari lantai terasa sekali ruangan menjadi sejuk dan kusuk.
Kaligrafi merupakan unsur penting dalam desain masjid ini, karena sentuhan kaligrafi inilah yang memberi sentuhan nuansa Islami. Bahan yang digunakan untuk kaligrafi tersebut terbuat dari kayu jati dengan finishing cat sistem ducco. Sedangkan perancangnya adalah seorang ahli kaligrafi nasional yaitu Bapak Faiz dari Bangil. Mimbar dibuat dengan ketinggian 3 meter untuk mendukung kemantapan khotbah. Agar tercipta suasana khas, mimbar diberi sentuhan etnis dengan hiasan ornamen Madura yang digarap para pengrajin dari Madura.

Menara Masjid

Dalam rancangannya menara tadinya berjumlah 6 buah, namun karena pertimbangan-pertimbangan yang bersifat teknis maupun biaya, maka menara hanya dibuat satu. Untuk membangun menara masjid ini digunakan teknologi Slip Form dari Singapura yang memerlukan waktu sekitar 2 bulan dalam pengecorannya. Menara ini memiliki ketinggian 99 meter yang puncaknya dilengkapi dengan view tower pada ketinggian 68 meter yang dapat memuat sekitar 30 orang dan pencapainnya dengan menggunakan lift untuk melihat pemandangan kota Surabaya.

Plaza Masjid

Plaza dibangun dengan konsep kesatuan antara estetika lingkungan dan fungsi plaza sebagai lapangan ibadah, untuk ibadah tertentu seperti sholat Ied dan lain-lain. Luas plaza kurang lebih 520 m2, dengan bahan lantai paving stone, yang didesain khusus untuk Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, motif desain dibuat sesuai dengan ornamen arsitektur masjid, garis motif dibuat sejajar dengan garis shaf di halaman masjid.

Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya pada saat sedang dalam proses pembangunan.

Elemen arsitektur MAS juga didesain sedemikian rupa, untuk mencapai keindahan, kemewahan serta keanggunan. Antara lain elemen hiasan kaca patri (steined glass). Hiasan kaca patri yang digunakan masjid ini dibuat dengan sistem triple glazed unit. Yaitu pelapisan panel kaca patri atau panel bevel dengan kaca tempered yang menggunakan bahan dan mesin-mesin buatan Amerika. Triple glazed unit ini selain menghemat biaya, juga sangat baik untuk keperluan peredam suara bising.

Manajemen Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS)

Manajemen / pengelola Masjid ini adalah terdiri dari Direktur Utama, Wakil Direktur Utama dan ditambah dengan lima direktorat yang masing masing dikepalai oleh seorang direktur. Pengurus MAS saat ini adalah sebagai berikut ;

Direktur Utama : Drs. H. Endro Siswantoro, Msi
Wakil Direktur Utama : Ir. H. Moch Djaelani. MM
Direktur Idarah : Drs. H. Kasno Sudaryanto, Mag
Direktur Imarah/Ijtimaiyyah : Drs H Moh Sudjak, M.Ag
Direktur Shiyanah : Ir H Moerhanniono, MT
Direktur Ma'had Aly : Prof DR H M Roem Rowi, MA
Wakil Direktur Ma'had Aly : Prof DR H Ahmad Zahro, MA

Perpustakaan Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS)
           
Turis asing di menara MAS.
Dalam bidang Litbang dan perpustakaan, MAS telah membuka perpustakaan umum dan anak yang berdiri 1 Agustus 2008. Diresmikan oleh gubernur Jawa Timur pada waktu itu, Bpk Imam Utomo. Pengadaan buku perpustakaan MAS diantaranya dari anggaran rutin MAS, infaq jama’ah, dan juga sumbangan dari beberapa instansi, seperti PT.PJB, MUI, Perpusda, Taman Baca Blitar. Koleksi buku di perpustakaan MAS mencapai 8000 buku dalam 5000 judul buku.

Perpustakaan anak MAS juga menerima kunjungan dari beberapa lembaga formal dan non formal, seperti sekolah-sekolah TK, playgroup, SD, yang juga diadakan pemutaran film Islami, dan kartun muslim. Jam buka perpustakaan mulai Senin-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB, dan Sabtu mulai pukul 09.00-12.00 WIB. Untuk melayani ma’had Aly, perpustakaan buka dari pukul 16.00-21.00 WIB khusus hari Senin-Rabu.

Fasilitas Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS)
           
Selain ruang sholat dan fasiltas pendukungnya, MAS juga dilengkapi dengan fasiltas fasiltas lainnya termasuk di dalamnya adalah ruang pertemuan dalam berbagai ukuran : Ruang Utama, Ruang Zaitun, Yasmin, Ma’wah & Firdaus, As Shofa, Al Marwah, Multazam, Ar-Raudhah, Umar, Abu Bakar, Ali, Usman, Bonang & Drajat, Husain, Aisyah & Khodijah, Area Zam-zam, Selasar / Serambi Utama, Area bebas depan perpustakaan (expo center) serta area luar ruang masing masing adalah : Halaman Parkir Barat, Halaman Parkir Timur, Halaman Parkir Selatan, Halaman Parkir Utara, Bahu Jalan, Menara Masjid dan Lift untuk naik menara.

Fasilitas fasilitas tersebut disewakan untuk umum dan menjadi salah satu sumber pendapatan untuk membiayai operasional MAS, namun dengan beberapa persyaratan spesisifik yang harus dipatuhi oleh para penyewa. Seperti contoh untuk pemasangan spanduk dan baliho di area masjid harus memenuhi syarat spesifik diantaranya adalah dilarang memasang iklan rokok dan foto prewedding sama sekali tidak diperbolehkan di seluruh area masjid.

Menara Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS)
                       
Menara MAS.
Salah satu daya tarik Masjid Nasional Al Akbar Surabaya adalah keberadaan menara. Menara setinggi 99 meter ini mampu melayani jamaah dalam melihat view of Surabaya from the top (Pemandangan Surabaya dari atas). Dilengkapi lift dengan kapasitas 550 kg (8 orang) untuk menuju ke atas menara, serta fasilitas kantin yang memadai, sehingga jamaah dapat puas melihat pemandangan dengan makanan ringan dan cemilan yang menemani.

Aktifitas lain yang bisa dilakukan adalah mengambil gambar dari atas menara, sambil berpose atau berfoto bersama keluarga tercinta, mengambil potret kubah masjid, pemandangan kota, serta gedung-gedung sekeliling Masjid Al Akbar. Bahkan aktivitas shooting untuk kepentingan acara televisi pun bisa di lakukan di sana. Waktu Shalat menara tutup sementara

Radio Suara Akbar Surabaya (SAS) FM

Dari sederet fasilitas di atas, MAS masih memiliki lagi satu fasilitas yang tak semua masjid propinsi di tanah air memilikinya, yaitu sebuah stasiun radio milik masjid dengan nama Radio Suara Akbar Surabaya (SAS) FM, dapat didengar di frekuensi 97,2 MHz. Info lengkap tentang SAS FM ada di situs resminya di http://sasfmsurabaya.net. Stasiun ini dikelola oleh perseroan terbatas milik MAS bernama PT. Radio Media Assalam Surabaya.

Poliklinik Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS)

Poliklinik buka setiap hari: Senin-Sabtu : 08.00-16.00 WIB. Jam dokter hadir: 10.00-13.00 WIB. Waktu Shalat tutup sementara. Poliklinik MAS juga menyediakan jasa mobil Ambulance.

Ma'had 'Aly Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS)

Sebagai jawaban nyata atas permasalahan degradasi aqidah dan akhlaq bangsa, Masjid Nasional Al Akbar Surabaya telah memberikan kontribusi dengan mendirikan Pesantren Tinggi / Ma’had Aly al Qur’an dan al Hadits di Surabaya. Diharapkan upaya ini merupakan andil MAS agar terdapat lembaga tersebut di Jawa Timur, sebagai sebuah provinsi besar gudangnya Pesantren di Indonesia. Dengan fasilitas dan sumberdaya yang sangat memadai, diharapkan kontribusi yang diberikan MAS menjadi sangat signifikan dalam pencetakan kyai dan da’i muda di Jawa Timur pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Live radio Suara Akbar Surabaya (SAS) FM bersama ketua MPR-RI, Dr. Hidayat Nur Wahid MA.

Dari sederet lembaga dan organisasi dibawah binaan MAS seperti tersebut diatas masih ada sederet lembaga lagi yang bernaung di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, lembaga lembaga tersebut adalah : LAZ MAS (Lembaga Amil Zakat) Masjid Al Akbar Surabaya, Taman Pendidikan AlQur'an (TPQ) Masjid Al Akbar, Remaja Masjid Al Akbar Surabaya (Remas MAS), Pengamal (Pengajian Muslimah Masjid Al Akbar), Hisamal (Himpunan Santri Masjid Al Akbar), Karang Werda Masjid Al Akbar dan Forkomas (Forum Komunikasi Masjid) Masjid Al Akbar.

Kunjungan anggota kongres Amerika ke MAS

Kemegahan MAS ini mengundang decak kagum lima orang anggota kongres Amerika Serikat yang melakukan kunjungan ke MAS pada 24 Februari 2011 lalu. Lima anggota kongres Amerika yang dipimpin oleh anggota kongres David Dreier. Lima anggota kongres tersebut tiba di MAS pada pukul 15.30 WIB dan diterima langsung oleh pengurus MAS yang diketuai Drs H Endro Siswantoro MSi di ruang Multazam MAS. Lima anggota kongres tersebut adalah California Congressman David Dreier (pimpinan rombongan), ranking member North Carolina Congressman, David Price. California Congressman Lois Capps, California Congressman Sam Farr, dan Washington Congressman Jim McDermott.

Dalam kunjungan tersebut kelima anggota kongres Amerika menyempatkan diri berdialog bersama pengurus MAS. Saking antusiasnya anggota kongres tersebut, dialog yang sedianya hanya sepuluh menit malah molor hingga tigapuluh menit. Selain menikmati keidahan MAS, anggota kongres Amerika tersebut juga menyempatkan diri menikmati pemandangan kota Surabaya dari atas menara MAS, sebelum kemudian berpamitan.***

Kamis, 29 Desember 2011

Masjid Agung An-Nur Riau di Pekanbaru

Masjid Agung An-Nur Riau "Taj Mahal"-nya kota Pekanbaru.

Riau merupakan salah satu propinsi yang berlimpah kekayaan alam di Republik tercinta ini, salah satu propinsi penghasil migas terbesar, saking kaya minyaknya sampai sampai lahirlah gurauan tapi betulan “Riau itu saking kayanya di bawah tanahnya ada minyak di atas tanahnya pun ada minyak”. Dibawah tanah maksudnya tentu saja adalah minyak bumi dan gas (migas) sedangkan di atas tanah maksudnya adalah minyak sawit. Perkebunan sawit telah menjadi salah satu primadona sumber pendapatan asli daerah (PAD) bagi propinsi Riau setelah migas.

Selain kaya, masyarakat melayu Riau juga terkenal sangat relijius. Sejarah mencatat bahwa Riau menjadi rumah bagi kesultanan kesultanan Islam yang pernah berjaya di masa lalu, wajar bila kemudian di kota Pekanbaru (ibukota propinsi Riau) dan kota kota lainnya di propinsi ini berdiri masjid masjid megah, indah dan mengundang decak kagum sampai tahun 2009 berdasarkan data dari Kanwil Departemen Agama menunjukkan bahwa pada tahun 2009 di Provinsi Riau terdapat 5 229 mesjid. Salah satunya adalah Masjid Agung An-Nur Riau di kota Pekanbaru yang akan kita ulas dalam artikel ini.

Malam di Masjid Agung An-Nur.

Masjid Agung An-Nur merupakan masjid terbesar sekaligus menjadi masjid propinsi Riau saat ini. Awalnya sempat terdapat ambiguitas dalam peyebutan nama Masjid Agung An-Nur ini. Apakah Masjid Agung An-Nur Riau atau Masjid Agung An-nur Pekanbaru. Namun setelah rampungnya renovasi total terhadap Masjid Ar-Raman di pusat kota Pekanbaru, maka sah-lah Masjid termegah di Riau ini menjadi Masjid Agung An-Nur Riau. 

Lokasi Masjid Agung An-Nur Riau

Masjid Agung An-Nur Riau terletak di jalan Hang Tuah dalam wilayah kecamatan Pekanbaru Kota yang berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : sebelah Utara dengan Jl. Sisingamangaraja, sebelah Selatan dengan Jl. Hang Tuah, sebelah Barat dengan Jl. Syekh Burhanuddin dan sebelah Timur dengan Jl. Sultan Syarif Kasim.


Sejarah Pembangunan Masjid Agung An-Nur Riau

Seiring dengan perkembangan kota dan berkembangnya penduduk, maka Pemerintah Daerah Tingkat I (PEMPROP) Riau merencanakan mendirikan Masjid Agung An-Nur pada tahun 1963. Sebagai pelaksana pembangunan adalah CV. Waskita Karya. Karena belum selesai, dilanjutkan oleh CV. Sakijo pada tahun 1966 dan direksinya dari Dinas PU Kotamadya Pekanbaru dan dimulai pada masa pemerintahan Gubernur Riau Kaharuddin Nasution.

Masjid Agung An-Nur Riau dirancang oleh Ir. Roseno dengan ukuran 50 X 50 m yang terletak dalam satu pekarangan yang luasnya 400 X 200 m. Kapasitas masjid dapat menampung sekitar 4.500 orang jamaah. Bangunan masjid terdiri dari tiga tingkat. Tingkat atas digunakan untuk sholat, dan tingkat bawah untuk kantor dan ruang pertemuan.

Interior Masjid Agung An-Nur.

Masjid ini mempunyai tiga buah tangga, 1 buah tangga di bagian muka dan 2 buah tangga di bagian samping. Di bagian atas terdiri dari 13 buah pintu dan bagian bawah terdiri dari 4 buah pintu dan mempunyai kamar-kamar yang besar dan sebuah aula.
Tulisan kaligrafi yang terdapat dalam ruangan masjid ini ditulis oleh Azhari Nur seorang kaligrafer dari Jakarta pada tahun 1970.

Pada tanggal 27 Rajab 1388 H atau 19 Oktober 1968 bertepatan dengan peringatan Isra Mikraj Nabi Besar Muhammad SAW, Masjid Agung An-Nur diresmikan oleh Arifin Ahmad, Gubernur Riau kala itu. Pada kesempatan itu Gubernur juga mengangkat pengurus pertama masjid Agung An-Nur yaitu: (1). H. Nur Rauf dari staf Kantor Gubernur yang bertugas mengelola bidang fisik, dan (2). H. Nurdin Abdul Jalil dari Kepala Departemen Agama Propinsi sebagai pengelola imarah masjid.

Enam tahun kemudian di tahun 1974 dibentuk pengurus Masjid Agung An-Nur yang baru sesuai dengan keputusan Walikota Pekanbaru tanggal 16 Agustus 1974 No. SK.53/HUK-VII/1974 dan berdasarkan keputusan Gubernur KDH Tk. I Propinsi Riau tanggal 11 Juni 1974 tentang pembentukan pengurus Masjid Agung An-Nur Pekanbaru. Dalam perjalanannya kepengurusan masjid mengalami pergantian seiring dengan periodesasi kepengurusannya.

Masjid Agung An-Nur tempo dulu sebelum renovasi.

Dalam sejarahnya Masjid Agung An-Nur pernah menjadi kampus bagi
Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Syarif Kasim Pekabaru di awal pendiriannya hingga tahun 1973. IAIN Sultan Syarif Kasim kini Menjadi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA) Pekanbaru.

Imam Imam Masjid Agung An-Nur Riau

H. Tamim Ibrahim (1968-1969)
Abdul Jalil Manaf (1970-1977)
H. Junaidi A. A. (1971)
M. Yusuf (1968-1974)
Imam Masjid Agung An-Nur Riau saat ini : Ustadz Zulkifli MA

Bilal Masjid Agung An-Nur Riau

Amir MZ (1968-1973)
Khalil Yahya (1968-1969)
Abdul Wahab (1968-1969)
Mahadi S (1979)
Mas`ari (1970-1971)

Panorama malam kota Pekanbaru di Masjid Agung An-Nur.Renovasi Total Masjid Agung An-Nur Riau

Masjid Agung An-Nur Riau yang kita saksikan begitu megah saat ini bukanlah bangunan asli hasil pembangunan tahun 1966 dan diresmikan tahun 1968. Tapi merupakan bangunan hasil renovasi total dan pembangunan kembali dari masjid Agung An-Nur yang lama. Di pergantian milenium tahun 2000 lalu, pada saat Riau dibawah kepemimpinan gubernur Shaleh Djasit, Masjid Agung An-Nur yang lama di rombak total ke bentuknya saat ini.

Dari pembangunan tahun 2000 tersebut luas lahan masjid ini bertambah tiga kali lipat dari sebelumnya yang hanya seluas 4 hektar menjadi 12.6 hektar. Luasnya lahan masjid baru ini memberikan keleluasaan bagi penyediakan lahan terbuka untuk publik Pekanbaru termasuk di dalamnya kawasan taman nan hijau dan lahan parkir yang begitu luas.

Arsitektural Masjid Agung An-Nur Riau

Arsitektural Masjid Agung An-Nur yang lama sama sekali berubah ke dalam wujudnya yang baru seperti yang kita lihat saat ini. Masjid Agung An-Nur Riau di Pekanbaru ini disebut disebut sebagai Taj Mahalnya propinsi Riau. Bila kita amati arsitektural masjid Agung An-Nur memang memiliki beberapa kesamaan dengan Taj Mahal. Lengkap dengan kubah besar-nya dan empat menara tinggi di ke-empat penjurunya. Namun tentu saja Masjid Agung An-Nur Riau di Pekanbaru ini merupakan bangunan modern dan dilengkapi fitur fitur abad 21.

Masjid Agung An-Nur.

Masjid Agung An-Nur Riau terdiri dari dua lantai, ruang sholat utama berada di bagian atas dan di lantai bawah merupakan sekretariat pengurus masjid, manajemen, remaja masjid serta tempat pelaksanaan pendidikan Islam. Halaman masjid Agung An-Nur Riau merupakan lapangan luas, bila sore hari ramai dikunjungi masyarakat kota untuk berolahraga atau bersantai. Suasana meriah ini meningkat berkali kali lipat selama bulan suci Ramadhan.

Fasilitas Masjid Agung An-Nur Pekanbaru

Lantai bawah masjid merupakan sekretariat pengurus masjid, manajemen, remaja masjid serta ruang ruang kelas tempat pelaksanaan pendidikan Islam.

Tersedia fasilitas hot spot gratis tanpa bayar dan free user logon tanpa harus meminta password, jadi apabila anda bawa laptop berfasilitas Wifi anda dapat berinternet sepuasnya.

Escalator di Masjid Agung An-Nur
                                                           
Untuk memudahkan mobilitas jemaah, Masjid Agung An-Nur Riau juga dilengkapi dengan eskalator penghubung antara lantai satu dan dua.

Di halaman masjid Agung An-Nur Riau merupakan lapangan luas, bila sore hari ramai dikunjungi masyarakat kota Pekanbaru untuk berolahraga atau bersantai.

Lahan Parkir Masjid Agung sangat luas, baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat.

Masjid Agung An Nur juga dilengkapi oleh bermacam fasilitas seperti pendidikan mulai dari playgrup, TK, SD, SMP & SMA, perpustakaan yang lengkap dan fasiltas lain seperti aula dan ruang pertemuan, ruand kelas dan ruang ruang kantor.

Aktivitas Masjid Agung An-Nur Riau

Selain menjadi pusat peribadatan, seperti penyelenggaraan sholat lima waktu termasuk sholat Jum’at, sholat Idul Fitri dan Idul Adha dan kegiatan umat lainnya yang merupakan bentuk-bentuk pengimarahan masjid, Masjid Agung An-Nur Riau di Pekanbaru ini juga menyelenggarakan pengajian rutin bagi pembinaan ummat. Kegiatan pengajian mempunyai dua bentuk yaitu ceramah dan membaca Al-Quran.

Ceramah agama dilaksanakan setiap hari ba’da sholat maghrib dan ba’da sholat subuh. Ceramah agama mingguan dilaksanakan setiap hari Kamis, Sabtu dan Ahad ba’da sholat Ashar. Untuk kegiatan membaca Al-Quran terdiri dari membaca Al-Quran tingkat dasar setiap hari kecuali hari Ahad, dan pelajaran seni membaca Al-Qur’an (tilawatil Qur’an) disetiap hari Senin, Rabu dan Sabtu.

Pengasuh kajian agama Islam di Masjid Agung An-Nur ini juga dari kalangan yang begitu kompeten, salah satunya adalah Ustadz Dr Musthafa Umar, Doktor tafsir dari Universitas Malaya Malaysia yang secara rutin menjadi pengasuh kajian Tafsir dan Kuliah Subuh di Masjid Annur Pekanbaru sejak tahun 2003. Jemaah tetap Kajian Tafsir dan kuliah subuh Masjid Agung An-Nur ini pada bulan Juni lalu mengikuti program Diploma Eksekutif Pengurusan Masjid (DePim) di Kuala Lumpur, Malaysia.

Masjid Agung An-Nur.

Program Diploma Eksekutif Pengurusan Masjid (DePim) tersebut diselenggarakan selama enam minggu oleh Universitas Malaysia Sabah (UMS), Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) dan Masjid Al-Ghufran Kuala Lumpur. Tujuan dari program tersebut adalah untuk menghasilkan sumberdaya manusia pengelola masjid profesional. Program tersebut terbuka bagi pengelola, pengurus, imam, bilal dan individu yang berminat dari manapun, baik dalam maupun luar Malaysia.

Selain itu salah satu acara yang cukup menarik jemaah di Masjid Agung An-Nur Riau di Pekanbaru ini adalah program I’tikaf selama bulan suci Ramadhan yang diikuti oleh begitu banyak jemaah. Pada Ramadhan 1431H/2010 lalu di hari ke 27 Ramadhan tercatat diikuti oleh 2470 jemaah, tidak termasuk jemaah yang tidak mengisi daftar hadir, sebuah program yang cukup meriah tentunya.***

------------------------------ooOOOoo--------------------------------


Minggu, 25 Desember 2011

Masjid Kampung Laut Kelantan – Mirip Masjid Agung Demak

Majsid Kampung Laut, Nilam Puri, Kota Bharu, Kelantan, Malaysia (wikipedia)

Di Kampung Laut Negeri  Kelantan  'pernah' berdiri sebuah masjid tua dari kayu sangat mirip dengan Masjid Agung Demak, konon menurut salah satu versi sejarah, masjid tua itu dibangun oleh tiga orang sunan dari tanah jawa salah satunya adalah sunan Ampel dari Surabaya, Indonesia. Di masa lalu  Kelantan  menjadi persinggahan ulama Indonesia dan Champa (Pattani) yang sedang dalam perjalanan dari dan atau ke negeri masing masing.

Meski tak ada sejarah tertulis otentik tentang sejarah awal pembangunannya, Masjid Kampung Laut  Kelantan  disebut sebut sebagai Masjid tertua di Malaysia dan masih eksis sejak pertama kali dibangun hingga kini, meski lokasinya telah dipindahkan dari lokasi aslinya. Masjid ini bertahan dari dua banjir besar di  Kelantan  dan ahirnya dipindahkan ke lokasinya sekarang untuk mencegahnya tergerus habis oleh kikisan aliran sungai  Kelantan .

Arsitektural masjid Kampung Laut sangat mirip dengan Masjid Agung Demak, Jawa Tengah, Indonesia. Tak salah bila disebut sebagai replikanya Masjid Agung Demak di Negeri  Kelantan. Masjid Kampung Laut bukan satu satunya masjid di Malaysia yang memiliki kemiripan dengan Masjid Agung Demak, masih ada masjid masjid Malaysia lainnya yang mirip dengan Masjid Agung Demak diantaranya adalah Masjid Aceh di Pulau Pinang, Masjid Kampung Hulu Malaka, Masjid Kampung Keling Malaka dan Masjid Tengkera Malaka.

Lokasi Masjid Kampung Laut

Majsid Kampung Laut berada di kawasan Universiti Malaya Islamic Academy, Nilam Puri, lebih kurang 12 km barat-daya Kota Bharu ibukota  Kelantan . Aslinya Masjid tua ini berada di Kampung Laut, Tumpak disebelah hilir Kota Bharu. Namun kemudian dipindahkan ke lokasinya sekarang sejak tahun 1968. Koordinat geografi masjid ini berada di 6° 1' 38.79" N  102° 14' 28.38" E.


Sejarah Awal Masjid Kampung Laut
 
Ada beberapa versi tentang sejarah awal Masjid Kampung Laut.  Banyaknya versi sejarah masjid ini dikarenakan ketiadaan sejarah tertulis otentik tentang pembangunan masjid ini seperti masjid Demak yang dilengkapi dengan sangkala bagi setiap proses pembangunannya sehingga dengan mudah diketahui tarikh pembangunan masjid tersebut.
 
Versi pertama, Masjid Kampung Laut berumur sekitar 1400 tahun ?
 
Disebutkan bahwa masjid ini dibangun sekitar 1400 tahun lalu, umur masjid yang cukup mencengangkan mengingat usia itu seumur dengan peradaban Islam, bila versi ini benar maknanya masjid ini sejaman dengan sejarah awal Islam di Mekah dan Madinah, sejaman pula dengan Masjid Cheraman – masjid pertama di India dan tentu saja jauh lebih dulu dibangun dari Masjid Agung Demak.
 
Berdasarkan versi ini disebutkan bahwa 1400 tahun lalu sekelompok pelaut dari Pattani, Jawa dan Brunei membangun masjid ini mengingat kala itu Kelantan merupakan rute persinggahan perjalanan laut mereka. Bangunan masjid ini dibangun dalam gaya arsitektural yang mencerminkan karakteristik kebanyakan arsitektural setempat yang cocok dengan iklim disana sama halnya dengan bangunan bangunan hunian di lingkungan tersebut.
 
Versi kedua, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Pelaut Muslim
 
Versi lain yang paling populer dan menjadi sejarah tutur tutun temurun ditengah masyarakat  Kelantan menyebutkan bahwa sekelompok pelaut muslim mengalami kecelakaan laut dan berhasil menyelamatkan diri ke pantai  Kelantan, menetap dan kemudian mendirikan masjid disana dengan bantuan masyarakat setempat. Lalu siapa pelaut pelaut muslim yang kandas  di Kelantan tersebut ?.
 

Masjid Kampung Laut di lokasi aslinya di tepian Sungai Kelantan dengan kondisi yang sangat mengkhawatirkan.


Masyarakat setempat percaya bahwa pelaut pelaut yang terdampat di Kelantan kala itu adalah muslim Jawa dalam perjalanan mereka dari Campa. Itu sebabnya masjid yang dibangun mirip dengan Masjid Agung Demak (di Jawa Tengah) sebagai daerah asal dari muslim pembangun masjid ini. bahkan kosa kata bahasa setempat begitu banyak kata serapan dari bahasa Jawa.
 
Di era tersebut Kelantan dan kota kota bandar di semenanjung memang menjadi persinggahan pelayaran dari Champa ke tanah Jawa atau sebaliknya. Bila bersandar pada teori ini maka gugurlah versi pertama sejarah awal Masjid Kampung Laut yang disebutkan berasal dari 1400 tahun lalu, mengingat Masjid Agung Demak sendiri dibangun di tahun 1400-an bukan 1400 tahun lalu.
 
Versi Kedua, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Raja Iman
 
Sejarawan Nik Abdul Rahman Nik Mat mengatakan bahwa Masjid tua kampung laut dibangun oleh Raja Iman yang merupakan moyang beliau. lalu siapakah Raja Iman ?, adakah hubungannya dengan ulama jawa ?.  Apakah Raja Iman yang dimaksud oleh Nik Abdul Rahman adalah orang yang sama dengan Haji Abdullah Iman yang merupakan nama lain dari Pangeran Cakrabuana dari Cirebon ?. Pangeran Cakrabuana merupakan uwak dari Sunan Gunung Jati semasa hidupnya memang pernah berguru ke Mesir dan tinggal di Kota Mekah dengan rute rute pelayaran melewati semenanjung Malaya.
 
Pangeran cakrabuana atau Haji Abdullah Iman belajar ilmu agama di mesir lalu tinggal di mekah selama tiga bulan. dalam perjalanan kembali ke cirebon melalui aceh, Malaka dan menuju Champa untuk berguru dengan Maulana Ibrahim Akhbar atau Syeikh Maulana Jatiswara yang merupakan kerabat raja champa. Pangeran Cakrabuana menikah dengan Retna Rasajati putri dari Maulana Ibrahim Akhbar dan dikaruniai tujuh orang putri. saat tiba di cirebon beliau mengajarkan ilmu agama bekerja sama dengan Ki Gadang gadang sampai kemudian diangkat sebagai adipati cirebon oleh ayahandanya Prabu Siliwangi. lalu apakah Raja Iman yang dimaksud oleh Nik Man adalah orang yang sama dengan Haji Abdullah Iman alias Pangeran Cakrabuana ?.
 
Kerusakan parah pada bangunan Masjid Kampung Laut setlah banjir tahun 1966.

Belum lagi ada versi lain yang menyebutkan bahwa Raja Iman pendiri masjid ini adalah keturunan raja Sriwijaya yang melarikan diri ke Kelantan setelah kalah dalam perebutan kekuasaan di Sriwijaya bersama saudaranya. Agak membingunkan versi yang ini mengingat Sriwijaya bukanlah kerajaan Islam, lagipula pangeran dari Sriwijaya yang melarikan diri ke semenanjung adalah Prameswara, pendiri Kerajaan Malaka, di era yang berbeda.
 
Versi Ketiga, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Ulama dari Champa
 
Sejarawan ahmad Abd Rahman Ahmadi mengaitkan sejah masjid ini dengan ulama dari champa yaitu Malik Ibrahim dan Ali Rahmatullah yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, namun beliau tidak menlanjutkan kajian tuntas atas kedua ulama tersebut untuk mempertegas informasinya.
 
Bila dikaji lebih jauh tentang pelayaran ulama Islam antara Champa, Kelantan dan Tanah Jawa atau sebaliknya sejauh ini ada tiga nama ulama besar yang telah melakukan pelayaran di era tersebut. Ulama pertama adalah Sayyid Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat atau Sunan Ampel (1401-1478). Beliau datang ke pulau jawa pada tahun 1421 bersama sama dengan bapak dan abangnya Sayyid Ali Murtala dan mendarat di pelabuhan Tuban (Jawa Timur).
 
Ulama kedua adalah Haji Abdullah Iman yang sudah disebutkan tadi. Ulama ketiga adalah Radeh Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang (1465-1525), beliau adalah anak dari Sunan Ampel dengan Istrinya yang bernama Cakrawulan atau Nyai Ageng naila. Raden Makhdum dilahirkan pada tahun 1465 dan telah menuntut ilmu agama di pasai bersama sama dengan raden paku dan syeikh Maulana Ishak yang digelari Syeikh Awalul Islam (bapak dari raden Paku). setelah itu mereka berangkat ke mekah untuk menunaikan ibadah haji. Raden makdum disebut sebut pernah menyinggahi melaka yang kala itu merupakan wilayah yang mencakup hampir keseluruhan semenanjung Malayisa termasuk Kelantan.

Meski dibangun menyerupai Masjid Agung Demak, namun Masjid Kampung Laut ini dibangun diatas tiang tiang kayu hampir setinggi satu meter, berbeda dengan Masjid Agung Demak yang dibangun tanpa tiang. Dapat dipahami, karena memang bangunan asli Masjid Kampung Laut dulunya berada ditepian sungai Kelantan, itu sebabnya didirikan diatas tiang tiang kayu. 

Versi ke-empat, Masjid Kampung Laut dibangun oleh Sunan Bonang dan Sunan Giri
 
Versi ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah bin Muhammad yang tinggal di Kampung Langgar Kota Bharu. Beliau mengatakan bahwa masjid ini didirikan oleh dua orang wali songo yaitu Sunan Giri dan Sunan Bonang. Nama asli Sunan Giri adalah Jaka Samudera atau Raden Paku atau Syaikh Maulana Ainul Yaqin anak dari Syaikh Maulana Ishaq yang tinggal di gunung selangu. sedangkan Sunan Bonang adalah Raden Makdum yang merupakan anak dari Sunan Ampel seperti sudah disebutkan sebelumnya.
 
Masih ada infirmasi sejarah yang disampaikan oleh Abdul Halim Nasir bahwa dahulunya di dekat lokasi asli masjid kampung laut di tepian sungai Kelantan juga berdiri Istana Kota Kubang Labu yang dibangun oleh Tuan Besar Long Bahar di tahun 1702. Istana ini kemudian menjadi pusat pemerintahan Long Sulaiman pada tahun 1733, dan tahun 1756 Long Yunus telah menjadikannya ibukota Kelantan, Kota Kubang Labu juga merupakan tempat bermulanya sistem pengajian Islam yang dipelopori oleh Tuan Seikh Haji Halim di tahun 1780.
 
Di lokasi tersebut pernah ditemukan sekeping uang emas bertuliskan aksara arab di kedua sisinya. di satu sisi bertulis "Al-Julus Kelantan 577 (Hijriah)" dan sisi lainnya tertulis "al-mutawakkil", tahun 577 Hijriah sama dengan tahun 1161 Masehi. Dari fakta tersebut beliau berasumsi bahwa masjid Kampung Laut dibangun pada era sebelum pemerintahan Long Yunus (1762-1794).
 
Namun sayangnya dari sekian banyak kajian sejarah yang dilakukan terhadap sejarah awal Masjid Kampung Laut ini tak satupun yang dapat memberikan tarikh pasti kapan dan oleh siapa Masjid Kampung Laut dibangun. kajian sejarah yang telah dilakukan pada ahirnya berujung pada sebuah asumsi dari temuan temuan yang di dapati.
 

Interior Masjid Kampung Laut.

Sampai kini masyarakat setempat masih berpegang pada sejarah tutur turun temurun yang menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Raja Iman yang keturunannya kini masih eksis di Kelantan. Dan satu hal yang pasti bahwa Masjid Kampung Laut Kelantan memang memilki kemiripan dengan Masjid Agung Demak di Jawa Tengah dengan beberapa fitur perbedaan.
 
Perluasan Masjid Kampung Laut
 
Dari reka bentuknya masjid ini memang sangat mirip dengan Masjid Agung Demak yang dibangun tahun 1401 saka atau 1479M (abad ke 15). Masjid ini juga sangat mirip dengan Masjid Kuno Campa, Masjid Nat Tanjung dan Masjid Wadi Hussein, dua masjid terahir berada di Thailand. Nama Kampung Laut yang menjadi nama masjid ini diambil dari nama Kampung tempat dimana masjid ini pertama kali berdiri sebelum dipindahkan ke lokasinya sekarang.
 
Dimasa pemerintahan Sultan Kelantan antara tahun 1859-1900 Masjid Kampung Laut menjadi tempat utama bagi Sultan dan para pemuka agama Islam. Masjid ini juga menjadi pos perdagangan. Selama masa tersebut bangunan masjid telah diperluas dan ditambahkan 20 pilar, bangunan menara dengan atap limas bersusun tiga untuk muazin mengumandangkan azan, loteng, serambi, balai balai dan tangki penampung air serta penggantian lantai masjid dengan kayu yang berkualitas lebih baik.
 
Proses pembaharuan dan restorasi Masjid Kampung Laut kembali dilaksanakan pada tahun 1988 – 1989 dengan memberikan sentuhan perbaikan pada bagian bagian bangunan yang rusak termasuk penggantian dinding dinding kayu yang lapuk, penggantian buah gutung (ornamen dekoratif di puncak tertinggi atap limas masjid), pembangunan beberapa fasilitas pendukung termasuk beberapa saung / gazebo, toilet, tangki air dan pemasangan sambungan listrik dan air. Keseluruhan proses restorasi tersebut menghabiskan dana RM 161.000 Ringgit Malaysia.

Upacara serah terima Masjid Kampung Laut. Tuan Haji Hamdan sedang menyampaikan pidato di upacara serah terima masjid Kampung Laut kepada pemerintah Kelantan.
 
Banjir Bandang dan Relokasi
 
Masjid Kampung Laut mampu bertahan dari dua banjir besar yang melanda Negeri Kelantan di tahun 1926 yang terkenal dengan sebutan “bah air merah” dan banjir besar di bulan Januari 1967. Banjir kedua di bulan Januari 1967 telah merusak beberapa bagian masjid Kampung Laut yang berada disisi sungai Kelantan.
 
Menyadari bahaya yang mengancam eksistensi masjid ini, Persatuan Sejarah Malaysia bekerjasama dengan Pemerintah Kerajaan Negeri Kelantan berencana memindahkan masjid ini ke tempat yang lebih aman dari terpa’an banjir dan kondisinya yang sudah tidak memungkinkan untuk mempertahankan masjid di lokasi aslinya dimana lahan tempatnya berdiri sudah tergerus dan terus tergerus oleh arus sungai Kelantan.
 
Menindaklanjuti rencana tersebut di tahun 1968 Masjid Kampung Laut di bongkar dengan hati hati bagian per bagian lalu dipindahkan ke lokasinya yang sekarang di dalam kawasan kampus Yayasan Pengajian Tinggi Islam Kelantan (Malaya Islamic University), Nilam Puri, di Kota Baru. Proses pemindahan kemudian dilanjutkan dengan melakukan perbaikan terhadap keseluruhan bangunan masjid.
 
Proses pemindahan dan pembangunan kembali masjid kampung laut ini dimulai pada bulan November 1968 dipimpin langsung oleh Hamdan Sheikh Tahir selaku ketua komunitas sejarah Malaysia (kini beliau menjabat sebagai  Tun dan Yang Dipertuan Negeri Penang). Proses tersebut melibatkan kontraktor Hussein Bin Salleh dari Kampung Bunut Payong, Kota Bharu. Dibawah supervisi Mohd Zain Awang Kechik.
 
Seperti halnya Masjid Agung Demak, Masjid Kampung Laut ini juga memiliki 'pendopo' disisi depan-nya.

Keseluruhan proses pemindahan dan pembangunan kembali tersebut selesai tahun 1970 menghabiskan dana sebesar RM 16.850 ringgit Malaysia. Dan pada tanggal 8 Mei 1970 diselenggarakan upacara serahterima Masjid Kampung Laut dari Ketua Persatuan Sejarah Malaysia, Hamdan bin Sheikh Tahir kepada pemerintah Kelantan dibawah pemerintahan Menteri Besar Kelantan saat itu, Datuk Asri Muda.
 
Menurut penuturan dari Salleh Muhammad Akib salah seorang peneliti di museum Negara, ketika banjir atau bah air merah tahun 1926, mimbar asli Masjid Kampung Laut ini telah dipindahkan ke Masjid Pasir Pekan yang juga berada di Tumpat. Masih menurut beliau, kala itu dibutuhkan sebuah perahu ukuran besar untuk mengangkut mimbar tersebut ke Masjid Pasir Pekan. Namun kini ketika diminta kembali pengurus Masjid Pasir Pekan menolak untuk mengembalikannya karena menurut mereka kala itu yang mereka lakukan justru menyelamatkan mimbar tersebut.
 
Arsitektural Masjid Kampung Laut – Kelantan
 
Denah Masjid Kampung Laut nyaris berbentuk bujursangkar sempurna dengan ukuran 74kaki X 71kaki ini memiliki dinding dengan pola yang disebut pola “janda berhias” sementara ujung dari masing masing pilar kayu di dalam masjid ini dihias dengan ukiran ukiran indah.
 
Dari foto ini terlihat tiang tiang masjid Kampung Laut yang cukup tinggi pada masa masih berada di lokasi asli-nya di tepian Sungai Kelantan. sebagian dinding bangunannya roboh setelah dihantam banjir.

Masjid kampung laut dibangun dengan struktur atap limas bersusun tiga sama persis seperti struktur atap Masjid Agung Demak lengkap dengan empat sokoguru (empat tiang utama) di tengah masjid menopang struktur atap. bila sokoguru asli di Masjid Agung Demak bebentuk bundar, Empat tiang kayu di masjid Kampung Laut ini berbentuk tiang segi empat.
 
Bentuk atap limas seperti ini adalah arsitektural masa sebelum Islam yang kemudian diserap ke dalam tradisi Islam dengan pemaknaan yang berbeda. bila dalam ajaran leluhur menganggap bentuk atap limas sebagai gunungan, sebagai tempat tertinggi, sebaliknya dalam tradisi Islam bentuk atap bersusun tiga ini sebagai cerminan dari tiga unsur Islam yakni Iman, Islam, dan Ikhsan. (baca warisan majapahit di masjid masjid kita).
 
Di ujung atap tertinggi Masjid Kampung laut juga di hias dengan ornamen berukir, di pulau jawa biasa disebut sebagai mastaka, Masyarakat melayu Kelantan menyebutnya dengan ornamen buah gutung. ornamen seperti ini memang digunakan hampir dikeseluruhan masjid masjid tua Indonesia dengan berbagai bentuk termasuk mastaka dalam bentuk daun simbar seperti yang dipakai di puncak atap masjid Agung Sultan Palembang dan masjid masjid lainnya.
 
Masjid Kampung Laut di lokasi aslinya dulu dibangun berbentuk rumah panggung dengan tiang yang cukup tinggi, mengingat lokasinya yang berada di tepi sungai Kelantan,lagipula bentuk rumah panggung memang bentuk bangunan tradisional khas melayu baik di semenanjung, pulau sumatera hingga ke Kalimantan.
 
Beberapa fitur khas di Masjid Kampung Laut.

Bila Masjid Agung Demak kini berdinding batu bata, masjid Kampung laut masih mempertahankan dinding kayu berukir yang dalam tradisi melayu Kelantan disebut dengan corak dinding Janda Behias. Dinding corak janda berhias ini merupakan dinding berukir yang biasa dipakai di istana dan kediaman para sultan Kelantan.
 
Proses pembangunan masjid Kampung Laut mirip dengan pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Kesepuhan Cirebon, dua masjid tua pulau Jawa yang dibangun di era yang berdekatan. Pemasangan bahan kayu di masjid masjid ini sama sekali tidak menggunakan paku tapi tapi menggunakan pasak kayu untuk menyatukan setiap sambungan yang sudah dibentuk berpasangan satu dan lainnya seperti kepingan puzzle.
 
Ukiran kayu di masjid ini memang indah dan merupakan ukiran kayu yang dikerjakan dengan teliti oleh para pengukir yang memang ahli dibidangnya. Menjadi lebih menarik karena kemudian arsitektural masjid Kampung Laut ini diadopsi oleh bangunan bangunan pemerintah di Negeri Kelantan termasuk gedung sektertariat pemerintahan Negeri Kelantan, kantor Menteri Besar Negeri Kelantan dan kantor Departemen Agama Negeri Kelantan.
 
So, bila sedang ke Kelantan ada baiknya jangan lewatkan kesempatan untuk singgah dan berkunjung ke masjid tua dan bersejarah bagi perkembangan Islam di Negeri Kelantan, Malaysia dan Islam Nusantara ini.