Senin, 26 Maret 2012

Masjid Cut Meutia – Jakarta

Masjid Cut Meutia berlatar belakang gedung gedung pencakar langit kota Jakarta.

Masjid Cut Meutia di Kawasan Menteng Jakarta Pusat ini memang tidak tampak seperti bangunan masjid pada umumnya. Karena memang awalnya bukanlah dibangun untuk keperluan sebuah masjid. Menengok jauh ke belakang tentang sejarah perjalanan masjid Cut Meutia, akan sedikit membuat kita terperangah betapa gedung ini awalnya adalah kantor arsitek dan Jenderal Belanda yang sedang membangun kawasan Elit Nieuw Gondangdia bagi orang orang kaya Belanda di Batavia.

Bangunan Masjid Cut Meutia merupakan bangunan alih fungsi dari gedung Bouwploeg warisan kolonial Belanda di kawasan Gondangdia yang kemudian di-alih-fungsikan menjadi sebuah masjid tanpa mengubah bentuk aslinya melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta. Proses Peralihan tersebut bukanlah perkara mudah dan memakan waktu cukup lama sampai ahirnya resmi menjadi Masjid Cut Meutia hingga hari ini.

Lokasi dan Akses ke Masjid Cut Meutia

Masjid Cut Meutia
Jl. Cut Meutia No.1, Jakarta Pusat
DKI Jakarta – Indonesia




Untuk mencapai masjid ini cukup mudah. Dapat menggunakan kendaraan pribadi ataupun angkutan umum. Dengan angkutan umum dapat menaiki bus kopaja P20 lalu turun di stasiun kereta Gondangdia dan masjid ini berada di depannya. Jika dari Kampung Melayu dapat naik kopaja yang jurusan Tanah Abang (P502) lalu turun di perempatan cikini (depan kantor pos lama) lalu jalan kaki menyusuri jalan Cut Meutia.

Sejarah Masjid Cut Meutia

Gedung De Bouwploeg

Pada awalnya Masjid Cut Meutia adalah gedung kantor biro arsitek (sekaligus pengembang) N.V. (Naamloze Vennootschap, atau Perseroan terbatas) De Bouwploeg, perusahaan yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1879 untuk membangun perumahan (pemukiman) bagi masyarakat Belanda di Batavia kelas menengah atas di kawasan Menteng. Lahan untuk membangun perumahan dibeli oleh Kotapraja dan kemudian dijual kepada orang-orang Belanda. De Bouwploeg artinya "Kelompok Membangun", Kegiatannya adalah memberikan jasa kepada orang-orang Belanda dari kalangan atas yang bermaksud memiliki rumah mewah, khusus di Menteng dan Gondangdia dengan nama Nieuw Gondangdia (kini terkenal dengan kawasan Menteng).

Perusahaan Belanda itu mempelopori pembangunan pemukiman yang tertata dengan mengadaptasi konsep kota taman karya Ebenezer Howard. Perusahaan tersebut dikepalai oleh seorang arsitek Belanda bernama Pieter Adriaan Jacobus Moojen (1879 - 1955). Dari gedung inilah dirancang kawasan pemukiman Menteng yang terbentang dari Jl. Gondangdia sampai JI. Diponegoro (Oranjelaan) dan JI. Imam Bonjol (Nassaulaan). Perusahaan yang dipimpin oleh P.A.J. Moojen ini, pailit pada tahun 1925 dan membuat gedung ini tidak dipergunakan kembali sebagai kantor biro arsitek.

Masjid Cut Meutia memang bukan bangunan yang dibangun sebagai masjid. Pada awalnya gedung tersebut dikenal sebagai gedung Bouwploeg tempat berkantornya para arsitek yang bekerja untuk perusahaan NV Bouwploeg.

Alih Fungsi Gedung De Boeploeg

Sebelum di-aluh-fungsikan sebagai mesjid sebagaimana sekarang, bangunan ini pernah digunakan sebagai kantor pos, kantor Jawatan Kereta Api Belanda dan kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang (1942 - 1945). Di Era Kemerdekaan, pada tahun 1959 sampai 1960, bangunan tersebut pernah dijadikan kantor Wali kota Jakarta Pusat, lalu beralih fungsi menjadi kantor PAM, kantor Dinas Urusan Perumahan Jakarta, hingga menjadi Kantor Urusan Agama (1964 - 1970).

Pernah juga menjadi kantor MPRS di zaman A.H. Nasution. Ketika MPRS pindah ke daerah Senayan (sekarang Gedung MPR-DPR) gedung tersebut diwakafkan kepada anggkatan 66 untuk digunakan sebagai tempat beribadah. Eksponen angkatan 66 seperti Akbar Tanjung dan Fahmi Idris yang kemudian mendirikan Yayasan Masjid Al-Jihad dan mempungsikan bangunan ini sebagai Masjid meski belum bernama Masjid Cut Meutia.

Senja di Masjid Cut Meutia.

Perubahan fungsi gedung ini menjadi masjid tak lepas dari peran A.H. Nasution. Berawal dari pemikiran warga yang ingin memiliki masjid di kawasan itu. Mereka mendatangi Jenderal A.H. Nasution sebagai Ketua MPRS dan meminta Gedung Bouwploeg bisa dialih fungsikan jadi sebuah masjid. Permintaan itu disetujui oleh Wakil Gubernur Dr. Soewondo, dan jadilah masjid dengan nama Masjid Cut Meutia, karena terletak di Jl. Cut Meutia dan hingga kini dikelola oleh Yayasan Masjid Cut Meutia. Tekanan dari berbagai pihak termasuk dari Gubernur Ali Sadikin ahirnya keluar surat keputusan nomor Gubernur DKI Jakarta Nomor 5184 tanggal 18 Agustus 1987 menetapkan-nya sebagai masjid tingkat provinsi dan mengganti namanya menjadi Masjid Cut Meutia, di masa Gubernur DKI di jabat oleh Wiyogo Atmodarminto.

Jendral Abdul Haris Nasution
(biasa dipanggil Pak Nas)
Lika liku Politik di Masjid Cut Meutia

Di masa Presiden Suharto berkuasa masjid Cut Meutia sempat menjadi masjid sorotan oleh aparat pemerintah rezim berkuasa. Di masjid inilah ditandatanganinya Petisi 50, sebuah protes beberapa kalangan yang tidak setuju dengan kebijakan Presiden Soeharto waktu itu. Pada kurun tahun 1980-an, Pemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Pak Harto memaksakan ideologi negara harus Pancasila sebagai asas tunggal. Ini yang kemudian mendapat kritik dari para anggota Petisi 50, salah satunya termasuk A.H. Nasution. Karenanya, sempat terjadi perselisihan antara A.H. Nasution dan Soeharto dan berimbas pada Masjid Cut Meutia.

Masjid Cut Meutia sempat mengalami tekanan bagi para pengurus Masjid sehingga pergerakan apa pun bahkan khotbah-khotbah para imam pun diawasi secara militer oleh Kopkmbtib, yang saat itu dikepalai oleh Jendral Sudomo. Dikirimkan intel-intel untuk mengawasi para khotib yang berprinsip ingin menggerakkan Islam secara kaffah. Setelah selesai ceramah dibawa ke kantor Kodim, kemudian diinterograsi dan ditekan secara psikologis.

14 Juni 1991 Masjid Cut Meutia menjadi perhentian pertama kali dari rombongan haji presiden Soeharto dan istrinya, Tien Soeharto beserta keluarga yang mendarat di Bandara Halim Perdana Kusumah. Sekitar pukul 11 siang, mereka tiba ke Masjid Cut Meutia, untuk melakukan sujud syukur. Mengingat Masjid Cut Meutia adalah masjid terdekat dengan kawasan Cendana – Menteng, tempat kediaman Keluarga Pak Harto.

Di masjid ini juga Jenderal (Purnawirawan) A.H. Nasution pernah mengumpulkan para imam masjid dan jemaah untuk mendoakan kesehatan Soeharto ketika beliau mulai terpuruk dari panggung kekuasaan dan mulai jatuh sakit. Semasa hidupnya masjid ini menjadi tempat pavorit-nya Pak Nas untuk beri’tikaf hingga ahir hayatnya. Perselisihan dua Jenderal Besar itu berawal dari masjid ini dan di masjid ini juga semuanya kemudian pudar dan berahir.

Interior Masjid Cut Meutia. Karena memang awalny tidak dibangun sebagai masjid sehingga wajar bila orientasi bangunannya tidak terhadap kiblat, sehingga sajadah yang dipasang didalam masjid ini miring terhadap arah gedung.

Renovasi dan Perbaikan Masjid Cut Meutia

Masjid Cut Meutia dibawah dinas museum dan sejarah karena sejak tahun 1961 resmi menjadi gedung yang dilindungi menjadi gedung sebagai cagar budaya. Peruntukannya dapat berubah, namun bentuknya bangunan tidak boleh diubah hanya boleh direnovasi.

Pada tahun 1984 , dilakukan renovasi besar-besaran. Untuk memberikan kesan luas, sebagian anak tangga dipotong dan dipindahkan keluar. Selain itu arah kiblat dimiringkan 15 derajat ke arah kanan. Perombakan juga terjadi pada mihrab (tempat imam) dan mimbar. Keduanya dibuat 15 meter menjorok ke depan. Mihrab terpisah dari tempat mimbar. Genteng yang semula sirap diganti menjadi genting beglazur. Lantai pun dipasangi marmer.

Semula Masjid Cut Meutia tidak mempunyai halaman ataupun tempat parkir. Namun atas usaha Edi Marzuki Nala Praya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, kala itu, taman yang berada di depan Masjid Cut Meutia yang semula milik dinas pertaman, dibagi menjadi sehingga Masjid Cut Meutia pun mempunyai halaman.

Lokasinya yang berada dikawasan elite menteng, tak heran masjid ini seringkali disebut oleh masyarakat sebagai masjidnya para pejabat.

Masjid para pejabat

Letaknya yang berada di kawasan elit, membuat banyak pejabat yang menjadi jamaah pada masjid tersebut. Herry mengatakan, pejabat-pejabat biasanya akan berkumpul saat shalat Jumat. Pak Boediono (wakil presiden) rutin melakukan shalat jumat di sini. Selain Boediono, para Duta Besar dari negara tetangga dan panglima-panglima TNI juga kerap beribadah di Masjid tersebut.

Keunikan Masjid Cut Meutia

Perubahan fungsi gedung de Bouwploeg  menjadi sebuah masjid menyebabkan penyesuaian terhadap ruangan dan bagian bangunan, diantaranya ruangan untuk kepengurusan masjid serta bagian bangunan seperti pintu, jendela, lantai, dan atap bangunan. Selain itu, terdapat penambahan bangunan seperti tempat wudhu, koperasi, aula dan pos keamanan.

Karenanya Masjid ini memiliki keunikan tersendiri dan kemungkinan tidak terdapat di masjid-masjid lainnya. Salah satu keunikannya, mihrab dari masjid ini diletakkan di samping kiri dari saf salat (tidak di tengah seperti lazimnya). Selain itu posisi safnya juga terletak miring terhadap bangunan masjidnya sendiri karena bangunan masjid tidak tepat mengarah kiblat.

Gedung Masjid Cut Meutia ini dibangun (sebagai gedung de Boeploeg) tahun 1879 dengan gaya arsitektur Art Nouveau ini berlantai dua dengan bagian atas menara berbentuk persegi empat. Pada tiap sisinya mempunyai tiga buah jendela kaca yang menjadi ciri khasnya.

Masjid Cut Meutia.

Di masjid ini dulunya terdapat sebuah sirene yang berada di atas gedung yang berfungsi bila ada bahaya. Berat sirene kurang lebih 3 ton dan suaranya akan terdengar sampai ke daerah Gunung Sahari. Pada saat pemugaran tahun 1986/1987, sirene itu dihilangkan karena dikhawatirkan membahayakan masjid ini.

Untuk membuat bangunan ini tampak benar-benar seperti masjid maka masjid cut mutia ini dibuat kaligrafi disekeliling dinding di bangunan dalamnya, kaligrafi-kaligrafi ini dibuat dengan oleh M. Yusuf pada tahun 1985 yang diterbangkan langsung dari brunei darussalam, M. Yusuf juga seorang pelukis kaligrafi di istana Nurul Iman Milik Sultan Brunai, Sultan Hanasal Bolkiah di kota Bandar Sri Begawam, Brunai Darussalam.

Didalam masjid ini juga terdapat tempat itikaf Jendral Abdul Haris Nasution (biasa dipanggil Pak Nas), sejak pada masa Pak Nas memperjuangkan masjid Cut meutia hingga menjelang akhir hayatnya, sampai sekarang tempat itikaf ini sering digunakan oleh masyarakat luas ataupun pengikut beliau. Tempat Itikaf ini terbuat dari kayu jati yang dipesan langsung ke Jepara oleh sahabat Pak Nas yaitu Bapak Newton Rassat pada tahun 1990. Disekeliling kayu ini dihias dengan ukiran ayat-ayat al-quran.

Aktivitas Masjid Cut Meutia

Masjid Cut Meutia juga sering mengadakan kegiatan sosial keagamaan, apalagi selama bulan Ramadhan. Tiap tahun menyelenggarakan kegiatan bhakti sosial dan santunan kepada anak yatim piatu dan anak anak panti asuhan. Semua acara yang didaulat di mesjid ini biasanya diselenggarakan sendiri oleh Pengurus Masjid atau Remaja Mesjid yang lebih dikenal dengan sebutan RICMA.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA