Senin, 05 September 2016

Masjid Raya Syahabuddin Siak Sri Indrapura (bagian-2)

Masjid Raya Syahabuddin Siak Sri Indrapura dan Makam Raja Siak

Arsitektur Masjid Syahabuddin

Masjid ini merupakan perpaduan kemajemukan arsitektur Masjid Nusantara, pengaruh arsitektur Islam Mughal India terlihat pada atap kubah bawang, bukan pada balok lengkung dan bentuk kusen nya. Karakter lokalnya tampak pada kubah utama di atas ruang shalat ruang sholat dan juga kubah yang lebih kecil di atas ruang mihrab. Pada interiornya terdapat mimbar kayu berukir diperkirakan seusia dengan masjid ini. mimbar di dalam masjid ini mirip dengan kebanyakan mimbar masjid masjid di pulau Jawa.

mesjid ini bentuknya khas dan unik. Di dalamnya ada ukiran kaligrafi yang indah mengelilingi ruangan mesjid dan terdapat pula sebuah mimbar yang terbuat dari kayu berukir indah bermotifkan daun, sulur dan bunga. Di ruang utama, langit-langit berbentuk segi delapan dan ditopang delapan tiang yang mengelilingi pusat ruang. Masjid dipenuhi ornamen-ornamen bewarna hijau dan emas, Langit-langitnya tinggi dihiasi lampu gantung kristal. Di sebelah barat mesjid ini terdapat pemakaman Sultan Syarif Kasim beserta permaisuri dan istrinya yang selalu diziarahi. Komplek makam ini dibangun sebagai sebuah kolosium dengan gaya modern karena memang dibangun sejak tahun 2002.

Masjid Raya Syahabuddin Siak Sri Indrapura

Mengenal Kesultanan Siak Sri Indrapura

Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dengan istrinya Encik Pong, dengan pusat kerajaan berada di Buantan. Konon nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat di situ.
 
Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan Johor. Yang memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan di angkat oleh Sultan Johor. Namun hampir 100 tahun daerah ini tidak ada yang memerintah. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.

Pada awal tahun 1699 Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II mangkat dibunuh Magat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik Pong pada waktu itu sedang hamil dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi. Dalam perjalanan itu lahirlah Raja Kecik dan kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Sementara itu pucuk pimpinan Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk Bendahara tun Habib yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.

Interior Masjid Raya Syahabuddin

Setelah Raja Kecik dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecik berhasil merebut tahta Johor. Tetapi tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman ipar Raja Kecik yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.

Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis. Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri. Pihak Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan (anak Sungai Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan.

Namun, pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan. Pusat kerajaan kemudian selalu berpindah-pindah dari kota Buantan pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864) pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap disana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak terakhir.

Bangunan baru dengan kubah bawang di bagian depan foto adalah kubah makam Sultan Syarif Khasim II dan raja raja Siak serta kerabatnya.

Pada masa Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang memerintah pada tahun 1889 - 1908, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889. Dan oleh bangsa Eropa menyebutnya sebagai The Sun Palace From East (Istana Matahari dari Timur).

Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi. Dan masa itu pula beliau berkesempatan melawat ke Eropa yaitu Jerman dan Belanda. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan sedang bersekolah di Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru pada tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai Sultan Siak ke-12 dengan gelar Assayaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dan terakhir terkenal dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani (Sultan Syarif Kasim II).

Sultan As-Sayyidi Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin II atau Sultan Syarif Kasim II (lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893) adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak. Dia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim.

Kuning merupakan warna kebesaran kesultanan melayu dengan sedikit sentuhan warna hijau

Riau di bawah Kesultanan Siak pada masa Sultan Syarif Kasim II

Ketika Jepang kalah, ikatan Hindia Belanda lepas, Sultan Syarif Kashim menghadapi 3 pilihan: berdiri sendiri sperti dulu, bergabung dengan Belanda, atau bergabung dg Republik Indonesia. Sultan menentukan pilihan bergabung dengan NKRI. Bersamaan dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan tak lama kemudian beliau berangkat ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia sambil menyerahkan Mahkota Kerajaan serta uang sebesar Sepuluh Ribu Gulden. Dan sejak itu beliau meninggalkan Siak dan bermukim di Jakarta. Baru pada tahun 1960 kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai pada tahun 1968.

Beliau tidak meninggalkan keturunan baik dari Permaisuri Pertama Tengku Agung maupun dari Permaisuri Kedua Tengku Maharatu. Pada tahun 1997 Sultan Syarif Kasim II mendapat gelar Kehormatan Kepahlawanan sebagai seorang Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Makam Sultan Syarif Kasim II terletak ditengah Kota Siak Sri Indrapura tepatnya disamping Mesjid Sultan yaitu Mesjid Syahabuddin.

Diawal Pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak ini merupakan Wilayah Kewedanan Siak di bawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Barulah pada tahun 1999 berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak Sri Indrapura berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999.***

Baca Juga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA