Minggu, 27 Agustus 2017

Masjid Ortakoy Istanbul

Masjid Ortakoy

Masjid Ortakoy adalah salah satu masjid tua bersejarah di kota Istanbul, Masjid Ortakoy ini resminya bernama Büyük Mecidiye Camii (Masjid Agung Kekaisaran Sultan Abdülmecid) namun karena lokasinya yang berdekatan dengan pelataran dermaga Ortakoy masjid ini justru lebih dikenal dengan nama Masjid Ortakoy atau dalam Bahasa Turki disebut Ortaköy Camii. Lokasinya masuk dalam wilayah Beşiktaş, kota Istanbul, Turki.

Lokasinya persis ditepian selat Bosporus dengan pemandangan yang menawan, menjadikan kawasan disekitar masjid ini sebagai salah satu kawasan pavorit wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung. pada masanya Masjid ini merupakan salah satu masjid resmi Kekhalifahan Usmaniyah Turki. Kini masjid Ortakoy menjadi salah satu masjid paling terkenal di Istanbul.

Masjid Ortaköy | Ortaköy Camii
Mecidiye Mahallesi, Mecidiye Köprüsü Sk. 1/1, 34347 Beşiktaş/Istanbul, Turki
Coordinates: 41°2′49″N 29°1′37″E



Masjid Romantis

Turki. Masjid Ortakoy di Istanbul ini terkenal sebagai masjid romantis, warna temboknya yang pinki alias merah muda ditambah dengan lokasinya yang berada di tepian selat Bosporus serta landcape tempatnya berdiri menghadirkan pemandangan yang menakjubkan berlatar belakang jembatan Bosporus yang menjadi penghubung wilayah Turki di sisi Eropa dan wilayah Turki di sisi Asia.

Selain itu masjid ini juga berdada dipusat keramaian wisatawan di Istanbul disekitarnya bertebaran kedai teh dan kopi khas Turki tempat wisatawan bersantai menikmati pemandangan teluk Bosporus di Istanbul. disekitar masjid ini juga terdapat berbagai macam rumah makan dan galeri seni.

Walaupun memang sedikit kontradiktif karena di sekitar tempat ini juga terdapat bar dan kelab malam, maklumlah karena memang Istanbul merupakan kota metropolitan dan Turki menganut sistem politik sekuler.

Kelihatan bagian pinki nya ?

Sejarah Masjid Ortakoy

Di lokasi ditempat dimana kini Masjid Ortakoy ini berdiri seharusnya adalah sebuah masjid yang dibangun oleh menant dari Vizier Ibrahim Pasha di tahun 1721, hanya saja bangunan tersebut luluh lantak dalam kerusuhan Patrona Halil.

Sementara masjid yang kini berdiri dibangun oleh Mahmut Aga atas perintah dari Sultan Abdülmecid. Peletakan batu pertamanya dilakukan tahun 1853 dan dibangun antara tahun 1854 hingga 1856 diatas reruntuhan istana Cantemir (Cantemir Palace).

Rancangan masjid Ortakoy ini ditangani oleh arsitek Armenia, Garabet Balyan dan anaknya Nigogayos Balyan yang juga merancang Istana dan Masjid Dolmabahçe, yang tak jauh dari lokasi masjid Ortakoy ini. Dua arsitek Armenia ini merancang Masjid Ortakoy ini dengan gaya Neo-Baroque yang elegan.

Arsitektur Masjid Ortakoy

Sebagai sebuah masjid resmi kesultanan, Masjid Ortakoy dibangun dengan dilengkapi area Harem dan Kantor Sultan berupa gedung dua lantai berdenah U di sisi barat laut dan menyatu dengan bangunan utama masjid. Ruang utama masjid berdenah segi empat yang berada di bawah kubah utama masjid.  

Interior bawah kubah masjid Ortakoy (foto : wikipedia)

interior masjid ini sarat dengan beragam ukiran dan karya seni Neo Baroque dengan sapuan warna merah muda (pink) yang dominan, sama seperti salah satu sisi tembok luar masjid ini, itu sebabnya wisatawan asing yang melihat masjid ini menyebutnya sebagai masjid Romantis.

Fasad masjid ini yang terbagi bagi beberapa bagian oleh oleh pilar pilar besar memberikan celah untuk menempatkan serangkaian ukiran dan relief pada dinding luar masjid ini menampilkan tampilan yang lebih dinamis pada bangunan masjid ini. bangunannya yang begitu tinggi juga memungkinkan ditempatkannya jejeran dua susun jendela kaca besar untuk memberikan cahaya alami ke dalam masjid.

Dari segi ukuran, Masjid Ortakoy ini terbilang mungil dibandingkan dengan bangunan bangunan masjid lainnya di Istanbul, namun karena lokasinya dan rancangannya yang tak umum menggunakan gaya baroque menjadikan masjid ini memiliki ke istimewaan nya tersendiri.

Jendela jendela masjid ini yang besar selain menjadi sumber penerangan di dalam masjid di siang hari dan menghadirkan bayangan indah di permukaan air selat bosphorus di malam hari dari cahaya yang keluar dari masjid melalui jendela jendela besar nya itu. dan hal lain yang yang cukup menarik di masjid ini adalah terdapat beberapa panel kaligrafi yang dibuat sendiri oleh Sultan Abdulmajid.

Baca Juga


Sabtu, 26 Agustus 2017

Masjid Nakhoda Kalkuta, India


Masjid Nakhoda di Kalkuta, Negara bagian West Bengal India.

Masjid Nakhoda adalah masjid tua di kota Kalkuta, India. Sesuai dengan namanya masjid ini memang dibangun oleh Abdur Rahim Osman yang seorang pengusaha perkapalan dan pengiriman barang antar benua di awal abad ke 20 yang lalu. Pembangunannya dimulai pada tanggal 11 September 1926 dan menghabiskan dana sebesar satu juta lima ratus Rupee.

Selain pengusaha, Abdur Rahim Osman juga merupakan pemimpin sekelompok kecil Jemaah muslim Suni dari Kutch yang tinggal di Kalkuta. Kutch adalah nama sebuah distrik di negara bagian Gujarat, India bagian barat berbatasan langsung dengan Pakistan.

Nakhoda Masjid নাখোদা মসজিদ
Jacquaria Street, Rabindra Sarani
Chowringhee North, Bow Barracks
Kolkata, West Bengal 700073
India



Sejak dibangun hingga saat ini, masjid Nakhoda merupakan masjid terbesar di kota Kalkuta, Besarnya ukuran masjid ini hingga mampu menampung 10.000 jemaah sholat sekaligus. Lokasinya yang berada di pusat kota di ruas jalan Jacquaria berdekatan dengan pertigaan jalan antara jalan Chitpore Road dan jalan Mahatma Gandhi Road, membuat masjid ini senantiasa ramai dikunjungi Jemaah maupun wisatawan.

Pemilihan lokasi serta arsitektur masjid Nakhoda ini memang cukup menarik. Bangunannya terdiri dari empat lantai, sebagian besar dari lantai dasarnya yang menghadap ke jalan raya dipergunakan sebagai pertokoan dan lantai diatasnya yang difungsikan sebagai masjid, di Indonesia masjid seperti ini, salah satunya terkenal dengan nama "Masjid Kota" di kota kecamatan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Masjid Madinah Al-Mubarokah Sampit namanya atau lebih dikenal dengan nama “Masjid Kota”.

Secara keseluruhan bangunan masjid ini dirancang dengan meniru bangunan “Maosoleum Kaisar Akbar” atau bangunan makam Kaisar Akbar, salah satu Kaisar termashur dari Kekaisaran Islam Mughal yang pernah berkuasa hampir di seluruh wilayah jazirah India saat ini. Kemasyuran Kaisar Mughal satu ini bahkan menginspirasi Bolywood memproduksi sinetron televisi berlatar belakang kehidupan sang Kaisar dan sempat booming di salah satu stasiun tv swasta di Indonesia.
Sudut bangunan Masjid Nakhoda, bagian bawahnya dijadikan pertokoan

Kaisar Akbar bernama asli Abu’l-Fath Jalaludin Muhammad Akbar I atau dikenal juga dengan nama Shahanshah Akbar e-azam atau Kaisar Akbar yang Agung (lahir 15 Oktober 1542 – wafat 27 Oktober 1605) merupakan cucu dari Zaheeruddin Muhammad Babur, pendiri dinasti Mughal, pada ahir masa pemerintahan Kaisar Akbar, wilayah kekuasaannya sudah meluas hingga ke sebagian besar wilayah utara dan tengah India saat ini. Saat beliau wafat jenazahnya dimakamkan di sebuah Maosoleum di Sikandra, Agra, Negara bagian Uthar Pradesh, India.

Di masa kekuasaannya beliau memang memberikan perhatian lebih terhadap dunia arsitektur, seni dan budaya, wajar bila sejak masa pemerintahannya arsitektur dinasti Mughal mencuat ke dunia internasional dan menjadi salah satu warisan seni arsitektur dunia hingga saat ini dan pengaruhnya begitu kuat pada seni arsitektur Islam.

Maosoleoum nya di Sikandra memang dibangun begitu indah dengan torehan karya seni bagaikan sebuah istana, menjadikannya sebagai salah satu warisan arsitektur menawan di India hingga saat ini. Sangat wajar bila kemudian Abdur Rahim Osman, sang saudagar muslim di Kalkuta itu kemudian terinspirasi untuk membangun masjid di Kalkuta dengan menjiplak bangunan makam Sang Kaisar.

Masjid Nakhoda di latar belakang diantara kesibukan warga Kalkuta,

Meski dibangun dengan meniru bangunan Maosoleum tentu saja bagian dalam masjid Kalkuta ini tidak ada kuburannnya, karena memang dibangun sebagai masjid. Secara umum bangunan masjid Nakhoda sebagian besar memang menampilkan bentuk dari Maosoleum Kaisar Akbar termasuk warna merahnya yang tampak cerah dan meriah itu.

Bangunan dari dinasti Mughal dapat dikenali dari beberapa pernik khas diantaranya adalah bentuk kubah nya yang selalu berbentuk seperti bawang, terdapat begitu banyak menara, selalu saja terdapat balkoni dibagian bawah kubah menara, begitu banyak lengkungan digunakan pada pertemuan antar pilar serta bangunan yang tinggi besar dan bagian beranda yang dibuat begitu tinggi, biasa dikenal dengan nama Iwan.

Batuan alami yang digunakan untuk membangun Iwan (gapura) masjid nakhoda ini terbuat dari batu granit yang didatangkan langsung dari daerah Tolepur, sedangkan warna merah pada tembok dinding bangunan dari era Mughal ini kebanyakan karena memang menggunakan batu alam bewarna merah (red stone). Meskipun beberapa bagian Masjid Nakhoda ini menggunakan pewarna cat pada temboknya.

Sudut bangunan masjid Nakhoda yang bagian bawahnya digunakan sebagai pertokoan.

Masjid Nakhoda di Kalkuta ini tidak saja bangunannya yang begitu besar dan terdiri dari empat lantai namun juga ditambah lagi dengan area pelataran tengah yang tedapat diantara Iwan dan bangunan masjidnya. Ukiran ukiran rumit termasuk penggunaan Muqornas yakni ukiran pada bagian bawah lengkungan dan kubah yang berbentuk seperti stalaktit bertebaran di masjid ini.

Bangunannya dilengkapi dengan tiga kubah besar dan dua menara setinggi 151 kaki ditambah lagi dengan 25 bentuk menara yang lebih kecil berukuran antara 100 kaki hingga 117 kaki. Bangunan masjid ini akan tampak lebih indah lagi pada peringatan hari hari besar Islam karena dihias sedemikian rupa dengan aneka lampu lampu hias yang menarik.

Pertokoan di sekitar masjid ini menyediakan beraneka ragam dagangan khas muslim India dan salah satu yang menjadi pavorit wisatawan adalah Attar yakni minyak wangi alami yang disuling dari beraneka bunga. Kini, Masjid dengan mayoritas bewarna merah ini menjadi salah satu objek wisata menarik di Kalkuta, India, terlebih lagi dengan usianya yang cukup tua menjadikannya salah satu warisan budaya di kota pelabuhan terkemuka di India tersebut.***

Baca Juga

Masjid Taj Mahal
Masjid Jami Delhi
Masjid Jami’ Cheraman, Masjid Pertama di India

Minggu, 20 Agustus 2017

Masjid Tengku Ampuan Jemaah, Selangor, Malaysia

Masjid Diraja Tengku Ampuan Jemaah, Shah Alam (foto Safwan abd rahman)

Masjid Tengku Ampuan Jemaah Adalah masjid megah di Malaysia. Masjid ini berada di Bukit Jelutong, Section U8 dekat dengan Shah Alam, Malaysia. Masjid Ampuan Jemaah merupakan Masjid Negeri atau masjid resmi yang kedua bagi Negeri Selangor setelah Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah di wilayah section 14 yang juga dikenal dengan Masjid Biru Selangor.

Masjid Tengku Ampuan Jemaah mulai dibangun tahun 2010 dimulai dengan upacara peletakan batu pertama dan penentuan arah kiblat masjid, dan selesai dibangun tahun 2013 dan diresmikan oleh Sultan Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Shah pada tanggal 17 Maret 2013. Upacara peresmian tersebut juga dihadiri oleh Menteri Besar Selangor, Tan Sri Abdul Khalid Ibrahim.

Masjid Diraja Tengku Ampuan Jemaah
Bukit Jelutong, 40150 Shah Alam, Selangor, Malaysia



Pada saat upacara peresmian masjid ini, Sultan Selangor mengeluarkan titah Sultan kepada pengurus masjid ini untuk senantiasa memikul tanggung jawab yang diamanahkan, senantiasa bersikap amanah, berwibawa dan professional serta dapat bekerjasama antara satu sama lain dengan erat dalam menjalankan program untuk memakmurkan masjid ini. Beliau juga mengharapkan agar masjid ini menjadi tempat bagi ummat Islam di kawasan tersebut bersatu padu dengan semangat persaudaraan yang kukuh dan teguh.

Masjid ini kadangkala juga disebut dengan nama Masjid Bukit Jelutong merujuk kepada lokasinya berdirinya. Jelutong sendiri merupakan nama pohon, dalam bahasa Indonesia-nya adalah Pohon Jelutung.

Pembangunan masjid ini ditangani oleh oleh Sime Darby Properties bekerjasama dengan Bukit Jelutong.Construction menghabiskan dana sekitar RM 25,5 juta Ringgit Malaysia. Biaya pembangunan masjid ini merupakan sumbangan dari Sime Darby Property dan keluarga Kesultanan Selangor melalui Dana Wakaf Almarhum Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah yang masing-masing menyumbangkan RM 6 juta Ringgit Malaysa.

Megah dengan rancangan ala masjid Timur Tengah dilengkapi dengan satu kubah besar dan empat menara di masing masing empat penjuru bangunannya.

Turut menyumbangkan dana untuk pembangunan masjid ini dari penduduk Bukit Jelutong melalui kutipan dana wakaf sebanyak RM 2,5 Juta Ringgit Malaysia dan dana sumbangan dari Kerajaan negeri Selangor RM 11 Juta Ringgit Malaysia.

Rancangan masjid ini bergaya masjid masjid Timur Tengah dilengkapi dengan empat menara di masing masing empat penjuru bangunannya. Berdiri diatas lahan seluas 2.07 hektar masjid ini mampu menampung kira kira sebanyak 4000 jemaah sekaligus.

Masjid Negeri Selangor yang kedua ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung termasuk di dalamnya adalah aula serbaguna, ruang ruang kuliah, taman bermain bagi anak anak, perpustakaan dan berbagai fasilitas penunjang lain-nya.

Interior Masjid Diraja Tengku Ampuan Jemaah

Nama masjid ini mengabadikan mendiang Permaisuri Tengku Ampuan Jemaah yang merupakan permaisuri dari Sultan Selangor, mendiang Sultan Sir Hisamuddin Alam Shah. Karena Sultan Hisamuddin Alam Shah juga merupakan Raja Malaysia (Yang Dipertuan Agong yang kedua) dengan sendirinya mendiang Tengku Ampuan Jemaah juga merupakan Ratu Malaysia (Raja Permaisuri Agong) yang kedua.

Sekilas Tentang Sistem Pemerintahan Malaysia

Seperti anda baca di alenia sebelumnya, peresmian Masjid ini dihadiri juga oleh Menteri Besar Selangor, lalu jabatan apakah Menteri Besar Tersebut. Menteri Besar adalah pejabat pemangku pemerintahan sehari hari di wilayah Kesultanan. Untuk memahami hal tersebut, ada baiknya kita sedikit memahami tentang system pemerintahan di Malaysia.

Perlu diketahui bahwa, Malaysia merupakan sebuah Negara berbentuk Kerjaan Federasi yang terdiri dari 12 Kesultanan atau Negeri ditambah dengan 3 Provinsi dan beberapa wilayah persekutuan. Masing masing 12 Kesultanan (Negeri) tersebut dipimpin oleh Sultan dan pemerintahan sehari hari-nya ditangani oleh seorang Menteri Besar yang dipilih melalui Pemilu.

Masjid Diraja Tengku Ampuan Jemaah di malam hari.

Tiga wilayah provinsinya (Sabah, Serawak dan Malaka) di pimpin oleh seorang Gubernur yang dipilih melalui pemilu, tiga wilayah ini bukan Kesultanan sehingga tidak memiliki Sultan, termasuk wilayah Malaka yang kesultanannya sudah dibubarkan oleh Penjajah Belanda semada Belanda menjajah wilayah tersebut, sedangkan wilayah persekutuan merupakan wilayah federal yang merupakan wilayah khusus dan dibawahi langsung oleh Perdana Menteri Malaysia, Salah satu wilayah persekutuan di Malaysia adalah wilayah kota Kuala Lumpur dan Putrajaya.

Kepala Negara Malaysia sebagai sebuah Federasi adalah Raja Malaysia bergelar “Yang Dipertuan Agong” dijabat dan dipilih secara bergiliran diantara12 Sultan dari 12 Kesultanan yang membentuk Kerajaan Federasi Malaysia. Gubernur dan kepala wilayah persekutuan tidak memiliki hak pilih dan dipilih untuk jabatan ini, meskipun hadir sebagai peninjau dalam proses pemilihan tersebut. Sedangkan kepala pemerintahan Negara dipimpin oleh seorang “Perdana Menteri” yang dipilih melalui pemilu atau dalam bahasa Malaysia disebut “Pilihan Raya”. (dari berbagai sumber)

Baca Juga


Sabtu, 19 Agustus 2017

Masjid Jami Kuala Lumpur Malaysia

Masjid Jami' Kuala Lumpur, Masjid pertama dan tertua di kota Kuala Lumpur, Malaysia

Masjid Jami’ Kuala Lumpur diketahui merupakan masjid tertua di kota Kuala Lumpur, Ibukota Negara Malaysia. Area di sekitar masjid ini merupakan cikal bakal kota metropolitan Kuala Lumpur sekaligus menjadi bagian tertua dari kota ini. Konon, kondisi daerah disekitar masjid ini yang merupakan pertemuan antara dua sungai atau Kuala (atau tempuran dalam istilah Jawa dan Sunda) yang berlumpur lah yang kemudian menjadi nama dari Ibukota Negara Malaysia ini.

Masjid tua ini memiliki beraneka ragam varian nama sebutan mulai dari Masjid Jamek, Jami Masjid, Jamek Mosque, Masjid Jame, Jalan Tun Perak Jamek Mosque, Masjid al-Jami' dan Friday Mosque of Kuala Lumpur namun lebih dikenal dengan nama Masjid Jami’ Kuala Lumpur.

Sejak dibangun tahun 1897, bentuk masjid ini tetap dipertahankan sebagaimana aslinya meskipun kini Masjid Jami’ Kuala Lumpur terlihat seperti istana liliput diantara gedung gedung jangkung yang begitu sangar berdiri disekitarnya. Mirip dengan suasana Masjid Hidayatullah di kawasan Setia Budi Jakarta Selatan.



Sejak dibangun tahun 1897 (kira kira sezaman dengan Sultan Abdul Samad Building), Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini menjadi masjid utama di kota Kuala lumpur untuk penyelenggaraan sholat Jum’at dan aktivitas ke-Islaman, dan dengan sendiri nya juga berfungsi sebagai “Masjid Nasional” pada saat Malaysia merdeka di tahun 1957. Baru kemudian dengan selesainya pembangunan Masjid Negara di tahun 1967 fungsi sebagai masjid utama dan Masjid Nasional berpindah ke Masjid Negara.

Hampir semua bangunan dan aset nasional Malaysia menyandang kata “Negara” yang bermakna sebagai milik “Kerajaan / Negara / Federasi” Malaysia secara Nasional, untuk membedakannya dengan kata “Negeri / Kesultanan” yang bila di Indonesia kira kira sama dengan atau setingkat “provinsi” yang dipimpin oleh “Sultan” atau “Gubernur” dan posisi yang setingkat dengan-nya.

Seperti contoh Masjid Negara di Kuala Lumpur, kata “Negara” pada nama masjid tersebut bermakna sebagai masjid “Nasional” Malaysia, begitupun dengan “Zoo Negara” (Kebun Binatang Nasinal), “Perpustakaan Negara” (Perpustakaan Nasional)  dan sebagainya.

Foto lama Masjid Jami' Kuala Lumpur yang berada di pertemuan dua sungai, perhatikan tangga melingkar yang menghadap ke arah sungai, merupakan akses bagi para pengguna transportasi sungai.

Sejarah Pembangunan Masjid Jami’ Kuala Lumpur

Pembangunan Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini dilakukan oleh pemerintah Inggris di tahun 1857 yang kala itu berkuasa di Malaysia. Sumber sumber lain menyatakan bahwa masjid ini dibangun tahun 1909 dan dibuka secara resmi oleh Sultan Selangor pada tanggal 23 Desember 1909. Pembangunan masjid ini di danai oleh pemerintah kolonial Inggris, Kesultanan Selangor dan masyarakat muslim setempat secara swadaya.

Arthur Benison Hubback ditunjuk sebagai arsitek pembangunan masjid ini dalam kapasitasnya sebagai arsitek kota dan sebelumnya bertugas di India yang saat itu juga merupakan wilayah jajahan Inggris. Di Kuala Lumpur beliau bekerja di departemen pekerjaan umum dan sekaligus ditunjuk untuk mengawasi proyek pembangunan masjid ini.

Lokasi masjid ini berada di pusat kota pada sebuah tanjung di pertemuan Sungai Klang dan Sungai Gombak pada hari ini menjadi Jalan Tun Perak. Dibangun di lahan bekas pemakaman Melayu sebelum kawasan tersebut menjadi kawasan perkotaan. Pada masa itu areal ini belum seramai saat ini dan cukup terpencil dengan letaknya yang berada di lahan pertemuan dua sungai yang membentuk sebuah tanjung / kuala.

Foto Masjid Jami' Kuala Lumpur saat ini dengan bangunan tambahan di kiri dan kanan bangunan lama, tangga melingkar yang sudah dipulihkan namun taman dengan pohon pohon kelapanya kini menghilang.

Pemerintah Inggris membangun masjid Jami’ ini diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil berbangsa melayu / muslim yang bekerja bagi pemerintah jajahan Inggris ketika itu. Dari daerah inilah kota yang menjadi pusat pemerintahan jajahan dan kemudian semakin berkembang dan menjadi kota Kuala Lumpur yang sekarang kita kenal.

Reka bentuk masjid Jami Kuala Lumpur ini mengikuti gaya masjid masjid tradisional di wilayah India Utara, tempat dimana sang arsitek (Arthur Benison Hubback) sebelumnya tinggal dan bertugas untuk pemerintah jajahan Inggris di India.  Sebagaimana Masjid masjid di India, masjid Jami Kuala Lumpur ini juga dilengkapi dengan halaman tengah atau “Sahn”.

Tak mengherankan bila gaya arsitektur Islam Mughal (India) begitu kental pada masjid ini. Reka bentuknya sangat mirip dengan Masjid Jami Delhi di Old Delhi India atau Masjid Badshahi di Lahore Pakistan namun dalam ukuran yang lebih kecil. Ada tiga kubah bawang di atap bangunan utama masjid dan ditambah dengan area sahn atau pelataran tengah.

Masjid Jami' Kuala Lumpur di malam hari.

Tiga kubah bawang berukuran besar bertengger di atas bangunan utama ditambah dengan begitu banyak menara menara kecil menghias bagian atap masjid ini. Ragam hias di luar dan di dalam masjid ini juga begitu kental dengan sentuhan seni bina Islam Mughal, yang kini sangat jarang ditemukan di masjid masjid yang dibangun di era mideren. Dapat dikatakan bahwa Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini merupakan contoh terbaik dari arsitektur resmi pemerintah jajahan Inggris di Malaysia. Selain sentuhan Mughal yang kental, masjid ini juga dipengaruhi oleh seni bina bangunan Moor (Maroko).

Penggunaan kombinasi warna batu merah dan putih sangat mirip dengan Masjid Agung di Cordoba, Spanyol, begitu menyolok pada dinding eksterior masjid ini. Sedangkan kemiripan dengan masjid masjid Maroko dapat ditemukan pada barisan tiang tiang penyangga atap yang diberi lengkungan berpadu dengan kisi kisi serta detail susunan bata merah, semen dan marmer.

Ke Masjid Jami’ Kuala Lumpur Naik Sampan

Dari sebuah lukisan yang dibuat oleh Dr Peter Barbor, cucu dari Arthur Benison Hubback yang merupakan arsitek masjid ini, tampak bahwa tangga tangga batu masjid ini dulunya dibuat sebagai akses bagi para Jemaah yang menggunakan sampan (perahu) yang merupakan sarana transportasi penting pada masa itu.

Masjid Jami' Kuala Lumpur di tahun 1910
Masjid Jami' Kuala Lumpur di tahun 2015, bandingkan suasana-nya dengan foto tahun 1910 di atas. 

Meski area tersebut sempat dijadikan taman seiring dengan fungsinya yang tak lagi sebagaimana dulu, namun kemudian tangga tangga tersebut di revitalisasi dan dikembalikan ke bentuknya semula. Di masa lalu tangga tangga tersebut juga merupakan akses bagi Jemaah masjid untuk berwudhu ke sungai.

Sejarawan Malaysia berupaya memulihkan area sekitar masjid ini sebagaimana aslinya termasuk “memulihkan” tangga tangga batu masjid ini yang mengarah ke sungai sebagai bagian dari upaya konservasi, meskipun beberapa bagiannya ditemukan rusak akibat proses pengerukan sungai selama beberapa dekade. Sejarawan setempat juga menyesalkan ditebangnya beberapa pohon kelapa yang sudah berusia sangat tua dan sudah ada sejak areal tersebut masih berupa pemakaman umum melayu.

Upaya konservasi masjid ini dan seluruh areal disekitarnya termasuk bagian di sisi sungai, merupakan upaya untuk mempertahankan ke-aslian masjid ini dan sekitarnya, yang tentu saja teramat penting bagi sejarah kota Kuala Lumpur khususnya maupun bagi sejarah Malausia umumnya.***

Baca Juga


Minggu, 13 Agustus 2017

Masjid “Taj Mahal” di Kota Kuwait

Seperti Taj Mahal, tapi ini bukan Taj Mahal, melainkan sebuah masjid yang memang sengaja dibangun mirip seperti Taj Mahal, lokasinya berada di Kuwait City, Ibukota Negara Kuwait.

Warga Kuwait yang ingin menyaksikan keindahan bangunan Taj Mahal, kini tidak perlu jauh jauh ke India. Pemerintah Kuwait telah membangun sebuah masjid dengan meniru bentuk bangunan Taj Mahal di India. Taj Mahal – nya Kuwait itu diberi nama Masjid As-Sadiqa Fatimatul Zahra di kota Kuwait.

Masjid bergaya Taj Mahal ini merupakan salah satu tujuan wisata religi paling populer di Kuwait selain Masjid Agung Kuwait yang merupakan Masjid Nasional. Lokasi nya berdiri tak jauh dari Bandara Internasional Kuwait, menjadikannya sebagai salah satu pemandangan indah bagi para penumpang pesawat yang melintas.

Fatima Zahra mosque
Abdullah Al-Mubarak Block 6 Street 10
Abdullah Al-Mubarak, Kuwait



Tampilan luar masjid ini memang dibangun meniru Taj Mahal namun bagian dalamnya sama sekali berbeda. Taj Mahal dibangun sebagai Maosoleum (makam) bagi Mumtaz Mahal, Istri dari Shah Jehan (Raja dari Kerajaan Islam Mughal) tahun 1632 sebagai bentuk cintanya yang mendalam, namun Taj Mahal di Kuwait ini adalah sebuah Masjid, di dalamnya tentu saja berupa ruang sholat lengkap dengan mihrab dan mimbar.

Taj Mahal di India memang dilengkapi dengan bangunan masjid di sebelah barat-nya sebagai fasilitas penunjang dari Maosoleum tersebut. Masjid Taj Mahal di komplek Taj Mahal – India, dibangun kembar dengan bangunan istana peristirahatan kerajaan yang berada di sisi timur komplek Taj Mahal

Pembangunan Masjid ini memang menjiplak bentuk Taj Mahal di India dan atas se-izin pemerintah India melalui Kedutaan nya di Kuwait.

Sisi dalam Masjid Taj Mahal di Kuwait ini dilengkapi dengan ukiran kaligrafi Al-Qur’an. Bangunan masjid nya sendiri berdiri di atas lahan seluar 3.316 meter persegi, dibangun atas ide dari anggota Majelis Al-Umma (parlemen) Kuwait, Hassan Johar. Menggunakan berbagai material bangunan yang di-datangkan dari Mesir dan Iran. Hasan Johar merupakan salah satu tokoh parlemen dari kelompok Islam Syiah Kuwait.

Masjid Seperti Taj Mahal di Kuwait ini bukanlah satu satunya bangunan yang menjiplak Taj Mahal India, sejumlah gedung di Las Vegas (Amerika Serikat), Dubai (Uni Emirat Arab) dan Shenzen (China) juga meniru bangunan Taj Mahal.  Sementara di Bangladesh seorang milioner setempat juga tengah membangun bangunan yang mirip dengan Taj Mahal di kota Dhaka, Ibukota Negara tersebut. Pembangunan Masjid seperti Taj Mahal di Kuwait ini dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Kedutaan Besar India di Kuwait. ***

Baca Juga :


Sabtu, 12 Agustus 2017

Masjid “Taman Surga” Hamidiye Kırşehir


Interior Masjid Hamidiye di  Kota Kirsehir, Turki

Masjid di Turki yang satu ini saat ini sedang menjadi perbincangan di media sosial karena keunikan rancangan interiornya yang tak biasa dan bisa jadi dikemudian hari akan menjadi trend baru interior masjid masjid di dunia ataupun di Indonesia.

Interior masjid ini sengaja dirancang mirip dengan sebuah taman, di alam terbuka dengan pepohonan yang tinggi dan hamparan rumput yang menghijau serta tak lupa pemandangan langit yang membiru dengan awan putihnya yang berarak.

Hamidiye Cami
Yenice Mahallesi, Atatürk Cd. No:107
40200 Kırşehir Merkez/Kırşehir, Turkey



Dalam Bahasa Turki Masjid ini bernama Hamidiye Camii atau Masjid Hamid, nama tersebut mengabadikan nama Khalifah Islam terahir di Turki,Sultan Hamid II lokasinya berada di lingkungan Yenice di dalam wilayah kota Kırşehir, Turki.

Sejarah Masjid Hamidiye

Masjid Hamidiye ini sebenarnya sudah berdiri dan dibangun ditempatnya saat ini pada tahun 1910 pada saat Ke-khalifahan Islam Usmaniyah masih berkuasa dan berpusat di Istambul., dan sejak awal dibangun memang sudah dinamai dengan nama Masjid Hamidiye.

Namun setelah beberapa dekade berlalu masjid ini mengalami kerusakan disana sini, terabaikan dan tak terurus sampai ahirnya bangunan lama masjid tersebut dirobohkan dan dibangun ulang dalam bentuknya saat ini setahun yang lalu.

Masjid ini dibangun dua lantai dengan nuansa yang sama, perhatikan mimbarnya yang dibuat dari susunan kayu kayu bulat.

Ekterior (penampakan luar) bangunan masjid ini biasa saja, sama hal nya dengan bangunan masjid masjid di Turki lainnya, berupa bangunan tinggi besar dengan kubah besar di atapnya dan menara yang tinggi menjulang. Yang berbeda pada bagian ekteriornya hanyalah adanya lafazd ALLAH dalam aksara arab berukuran besar pada dinding masjid ini.

Insfirasi Surah Albaqoroh

Sebagaimana dijelaskan oleh “Sefa Ekinci” selaku imam masjid ini, pada saat akan membangun ulang masjid ini beliau mengumpulkan semua informasi yang dibutuhkan terkait dengan sejarah masjid tersebut di masa lalu dan pada perkembangan berikutnya beberapa orang yang terlibat di dalam proyek pembangunannya ter-insfirasi dari surah Al-Baqoroh ayat 22 yang berbunyi :

“(DIA lah) yang menjadikan Bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan DIA lah yang menurunkan air (hujan) dari langit. Lalu DIA hasilkan dengan (hujan) itu buah buahan sebagai rezeki untuk-mu karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan tandingan bagi ALLAH, padahal kamu mengetahui”.

Eksterior Masjid Hamidiye, biasa saja kan

Seorang warga setempat yang juga merupakan mantan Imam masjid ini sebelumnya, Yılmaz Akçakaya, juga menyuarakan hal yang senada. Beliau menambahkan bahwa masjid Hamidiye sebelumnya selain sudah rusak parah juga sudah terlalu kecil dan tidak lagi mampu untuk menapung jema’ah yang sudah membludak.

Ter-infirasi dari ayat tersebut lah kemudian lahir ide untuk membangun interior masjid ini seperti layaknya sebuah taman surga. Bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atapnya. Maka jadilah langit langit masjid ini hingga bagian atas dindingnya di lukis sedemikian rupa menyerupai pemandangan langit yang sedang cerah.

Lantai nya di lapis dengan karpet yang mirip dengan rumput sebenarnya, semacam rumput sintetis yang lembut. Dinding dinding masjid di lukis dengan pemandangan bentangan alam dan pepohonan yang tinggi menjulang, ruangannya dikelilingi dengan pagar dari kayu setinggi lutut seperti pagar taman.

Dua pilar masjid dibagian depan sebelah kanan di gunakan sebagai mimbar dengan membangun tempat seperti pondok kayu yang menempel di sebatang pohon besar, sedangkan pilar masjid disebelah kiri juga dibangun tempat yang serupa dalam ukuran lebih kecil sebagai tempat muazin mengumandangkan azan dan iqomah.

Pintu utama Masjid Hamidiye, Kirsehir

Bagian lain dari masjid ini yang begitu menarik perhatian adalah bagian mihrabnya yang dilukis hingga menyerupai sebuah air terjun dengan pemandangan alami. Lampu gantung di bawah kubah yang biasanya menggunakan bahan Kristal pun berganti rancangan seperti layaknya daun daunan kering.

Sebagaimana disampaikan oleh Imam masjid ini, pembangunan interior masji ini memang sengaja sedapat mungkin mengimplementasikan apa yang dijelaskan dalam Ayat ke 22 surah ke 2 (Albaqoroh) tersebut. Sehingga siapapun yang sholat di dalam masjid ini merasakan seolah olah sedang berada di taman ataupun di alam terbuka.

Beberapa Jemaah masjid ini begitu terkesan sejak pertama kali sholat di masjid ini dan mengatakan pengalaman sholat disini seakan akan sholat di taman surga. Interior apik masjid Hamidiye ini dilukis oleh arsitek sekaligus pelukis dari Azerbaizan.

Dan benar saja, sejak pertama kali dibuka untuk umum , masjid ini telah menarik perhatian Jemaah tidak saja dari lingkungan Yenice dan kota Kırşehir, namun juga menarik perhatian Jemaah dari luar kota dan mancanegara termasuk anda toh walaupun baru melalui media sosial.

Begitu banyak pihak yang berkontribusi pada pembangunan masjid ini secara finansial dan pengurus masjid ini termasuk imam dan mantan imamnya mengucapkan terima kasih atas semua kontribusinya dan medo’akan semoga ALLAH Swt memberikan berkah-Nya kepada mereka semua.***

Minggu, 06 Agustus 2017

Masjid Negeri Arau, Perlis

Masjid Negeri Arau, Perlis

Perlis atau negeri Perlis, merupakan negara bagian Malaysia yang berada di posisi paling utara semenanjung Malaya, sekaligus negeri dengan wilayah paling kecil di dalam Federasi Malaysia dengan luas keseluruhan hanya seluas 810 km persegi. Bila di Indonesia, luas tersebut lebih luas sedikit dibandingkan DKI Jakarta (664 km persegi) atau kira kira seperempat luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (3133 km persegi).

Hingga kini Negeri Perlis masih berbentuk kesultanan, bagian Kerajaan Federal Malaysia. Pada mulanya Perlis merupakan kerajaan bawahan dari Kesultanan Kedah, kemudian dicaplok oleh Negeri Siam (kini menjadi Thailand). Pencaplokan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Kedah yang kemudian bahu membahu melakukan perlawanan atas penindasan Siam, menjadi awal terbentuknya Negeri Perlis yang di kemudian hari bergabung dengan 11 Negeri lainnya di semenanjung Malaya membentuk Negara Federasi Malaysia.

Tiap tiap negeri/kesultanan di Malaysia memiliki satu masjid Negeri yang menjadi masjid sentral di masing masing negeri, semacam masjid raya propinsi di Indonesia. Begitu pula dengan Negeri Perlis dengan Masjid Negeri Perlis. Masjid Negeri Perlis pertama kali dibangun tahun 1873 di masa pemerintahan Raja Syed Ahmad Jamalullail. Masjid lama tersebut kemudian digantikan dengan masjid baru di tahun 1973 dimasa pemerintahan Raja Syed Putra Jamalullail.

Masjid Negeri Arau
Jalan Besar Arau, Arau, 02600 Arau, Perlis, Malaysia



Sejarah Negeri Perlis

Seiring wafatnya Sultan Kedah, Sultan Dhiauddin Mukarram Shah, kesultanan Kedah mulai dibayangi sengketa dengan kerajaan Siam. Kerajaan Siam telah melakukan penyerangan dan menduduki Negeri Kedah dan jajahan-jajahannya pada tahun 1821. Meski berhasil mencaplok wilayah wilayah kedah di utara, kerajaan Siam tidak benar benar berkuasa di wilayah tersebut akibat dari sikap rakyat di negeri ini yang masih kukuh berpegang teguh kepada institusi Kesultanan Kedah.

Tindakan kekejaman oleh Siam ke atas penduduk di sini seperti menyiksa, membakar rumah dan bahan makanan serta merampas harta benda akhirnya mencetuskan perlawanan besar-besaran yang didukung oleh sukarelawan dari seluruh pelosok negeri-negeri Islam di Nusantara. Gelombang serangan dikomado oleh Tengku Muhammad Akib, Datuk Wan Mohamad Ali dan seorang ulama terkenal dari tanah Palembang, Assyahid Syeikh Abdul Samad Palembang pada tahun 1838. Serangan balik oleh rakyat Kedah ini bahkan bergerak jauh masuk ke wilayah Siam hingga ke Pattani, Hat Yai dan Singgora, tetapi akhirnya dipukul mundur oleh Siam dengan bantuan Inggeris yang bersikap dua muka ketika itu.

Kerasnya perlawanan rakyat memaksa kerajaan Siam mengubah sikap,.Raja Besar Siam saat itu, Raja Nag Klau (Rama III), akhirnya memanggil pulang gubernur Siam di Alor Ganu, Kedah yang semula dilantik membawahi Negeri Kedah dan diganti dengan mengangkat penguasa dari para pembersar setempat di penghujung tahun 1839.

Interior Masjid Negeri Arau

Perlantikan ini dilaksanakan setelah Negeri Kedah dan jajahannya dibaagi menjadi empat negeri yaitu Perlis, Setul, Kubang Pasu dan Kedah. Keempat-empat negeri ini dibawahi oleh masing masing gubernur. Bagi Negeri Perlis diangkat Raja Long Krok (Paduka Seri Maharaja Lela) sebagai gubernur dan Syed Hussin Jamalullail sebagai wakil gubernur. Dan momentum tersebut menjadi titik awal berdirinya Negeri Perlis dari statusnya semula sebagai jajahan menjadi sebuah Negeri yang memiliki pemerintahan sendiri. Upacara Penyerahan kekuasaan Negeri Perlis oleh kerajaan Siam kepada kerajaan Negeri Kedah diadakan di Balairung, Istana Kedah.

Masjid Negeri Perlis

Masjid Negeri Perlis terletak di Arau. Peletakan batu pertama pembangunannya dilaksanakan oleh Tuanku Syed Putra Ibni Almarhum Syed Hasan Jamalullail, pada tanggal 2 Safar 1392 Hijriah bertepatan dengan tanggal 18 Maret 1972 Miladiyah, bersamaan dengan hari ulangtahun beliau yang ke 54.

Peresmian masjid ini dilaksanakan pada tanggal 6 Safar 1396 Hijriah bertepatan dengan tanggal 6 Februari 1976 Miladiyah oleh Tuanku Syed Putra Ibni Almarhum Syed Hasan Jamalullail bersamaan dengan ulangtahun beliau yang ke-58, kira-kira empat tahun setelah upacara peletakan batu pertama pembangunannya. Sebelum pembangunan masjid ini selesai, Masjid Alwi yang terletak di Kangar merupakan masjid pertama yang pernah dijadikan sebagai Masjid Negeri bagi negeri Perlis.

Mimbar antik Masjid Negeri Arau, Perlis

Masjid ini berkonsepkan seni bina klasik Arab Moor (Maroko). Bercirikan atap yang datar dan kubahnya menjadi salah satu elemen yang dapat dilihat dari jauh. Kubah ini terletak pada ketinggian kira-kira 20 meter dari permukaan tanah. Bentuknya setengah bundar berwarna biru yang disesuaikan dengan warna dinding masjid.

Terdapat dua kubah kecil dibangun dibagian depan. Ujung menara masjidini dibangun dengan reka bentuk menyerupai bentuk kubah Masjid Negara di Kuala Lumpur berupa bentuk payung yang sedang kuncup. Dibagian dalam masjid ini dihias dengan kaligrafi Al-Qur’an pada tiang pintu mimbar, serta penggunaan warna warna emas sebagai warna kebesaran.***

Baca Juga