Kamis, 26 Agustus 2010

Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten

MASJID Agung Banten, Masjid yang dirancang oleh 3 arsitek dari latar belakang yang berbeda. Yang Pertama adalah Raden Sepat, Arsitek Majapahit yang telah berjasa merancang Masjid Agung Demak, Masjid Agung Ciptarasa Cirebon dan Masjid Agung Banten ini. Arsitek kedua adalah arsitek China bernama Cek Ban Su ambil bagian dalam merancang masjid ini dan memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid bersusun 5 mirip layaknya pagoda China. 

Karena jasanya dalam membangun masjid itu Cek Ban Su memperoleh gelar Pangeran Adiguna. Lalu arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel, arsitek Belanda yang kabur dari Batavia menuju Banten di masa pemerintahan Sultan Haji tahun 1620, dalam status mualaf dia merancang menara masjid serta bangunan tiyamah di komplek masjid agung Banten. Karena jasanya tersebut, Cardeel kemudian mendapat gelar Pangeran Wiraguna.

Mastaka atau mahkota di puncak atap tertinggi Masjid Agung Banten, yang menyerupai bentuk bangunan pagoda pagoda Cina.

Dibandingkan dengan masjid tua di jawa lain nya termasuk masjid masjid Tua yang telah ada di Nusantara waktu itu, Masjid Agung Banten memiliki dua perbedaan yang sangat menyolok : 

Pertama, menara masjid berbentuk mercusuar di sebelah timur masjid, belum pernah ada menara seperti itu di Jawa, bahkan di Nusantara. Karena menara bukanlah tradisi yang melengkapi masjid di Jawa pada masa awal.

Kedua : Secara tradisi, makam pendiri masjid pada kompleks masjid tua di pulau Jawa diletakkan di sisi barat, namun di masjid Agung Banten diletakkan di sisi utara. Di sebelah barat Masjid Agung Banten terdapat makam Syarif Husein, penasehat Maualana Hasanuddin.  

Lukisan Masjid Agung Banten antara tahun 1888-1889.

Tata letak ini juga terdapat di beberapa masjid bersejarah di wilayah lain Banten, seperti di Masjid Kasunyatan yang dibangun oleh Maulana Yusuf, putra Maulana Hasanuddin. Makam Maulana Yusuf tidak bertempat di sebelah barat masjid tapi disana justru dimakamkan gurunya, Syekh Madani. Sedangkan Maulana Yusuf sendiri dimakamkan di tengah sawah.

LOKASI MASJID AGUNG BANTEN

Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Propinsi Banten. Sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Pengunjung dapat menuju lokasi dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum.  Dari terminal Terminal Pakupatan, Serang menggunakan bis jurusan Banten Lama atau mencarter mobil angkutan kota menuju lokasi selama lebih kurang setengah jam.
  
Masjid Agung Banten 
Jl. Komp. Masjid Agung Banten, RT./RW/RW.001/011, Banten, Kec. Kasemen, Kota Serang, Banten 

 

SEJARAH MASJID AGUNG BANTEN

Masjid Agung Banten dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Banten yang juga putra pertama Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon. Menjadikan Masjid Agung Banten Menjadi salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia.

ARSITEKTUR MASJID AGUNG BANTEN

Masjid memiliki pintu masuk berjumlah enam buah menggambarkan rukun iman. Pintu masuk sengaja dibuat pendek untuk memaksa pengunjung merunduk sebagai simbol ketundukan kepada sang pencipta. Tiang masjid terdiri dari 24 buah sebagai simbol waktu yang ditetapkan Tuhan, yakni 24 jam.

Atap
Masjid Agung Banten sejak awalnya beratap tumpuk lima, namun pada abad ke-17 pernah diubah menjadi tiga. Hal demikian dimungkinkan karena dua atap teratas sebenarnya hanya atap tambahan yang ditopang tiang pusat yang bila dihilangkan tidak mengganggu konstruksi di bawahnya. Dua tumpukan atap paling atas itu tampak lebih berfungsi sebagai mahkota dibanding sebagai atap penutup ruang bagian dalam bangunan.

Menara masjid agung Banten pada awalnya dibangun tidak saja sebagai menara masjid tapi juga berfungsi sebagai menara pengawas pantai sekaligus juga sebagai gudang senjata dan amunisi. Menara yang ikonik ini kemudian menjadi salah satu ikon di lambang provinsi Banten.

Menara
Elemen menarik lainnya adalah menara segi delapan di sebelah timur masjid, sebagaimana di uraikan di awal tulisan ini.  Menara berkonstruksi batu bata setinggi kurang lebih 24 meter ini dulunya berfungsi sebagai menara pandang/ pengamat ke lepas pantai dan juga digunakan untuk menyimpan senjata dan amunisi pasukan Banten. Semua berita Belanda tentang Banten hampir selalu menyebutkan menara tersebut, membuktikan menara itu selalu menarik perhatian pengunjung Kota Banten masa lampau.

Pengunjung dapat mencapai ujung menara, dengan melewati 83 anak tangga dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km.

Fitur fitur khas Masjid Agung Banten.

Menara berbentuk segi delapan itu mengingatkan pada bentuk mercusuar, khususnya mercu Belanda. Mercusuar buatan Belanda lainnya yang memiliki kemiripan dengan menara Masjid Agung Banten adalah Mercusuar di Anyer sebelah barat Serang dari abad ke-19. Bentuk tersebut lazim ditemukan di Negeri Belanda, seperti segi delapan, pintu lengkung bagian atas, konstruksi tangga melingkar seperti spiral, dan kepalanya memiliki dua tingkat.

Tiyamah
Di sisi selatan masjid terdapat bangunan bertingkat bergaya rumah Belanda kontemporer yang disebut tiyamah (paviliun) rancangan Hendrik Lucasz Cardeel (pangeran Wiraguna). Dulunya menjadi tempat pertemuan penting. Saat ini, bangunan dua tingkat dan masing-masing memiliki tiga ruang besar tersebut difungsikan sebagai museum benda peninggalan, khususnya alat perang. Langgam Eropa sangat jelas pada bangunan itu, terutama pada jendela besar di tingkat atas. Jendela itu dimaksudkan memasukkan sebanyak mungkin cahaya dan udara.

Umpak Batu
Elemen unik lainnya dari masjid agung Banten adalah adanya umpak dari batu andesit berbentuk labu berukuran besar dan beragam pada setiap dasar tiang masjid. Yang berukuran paling besar dengan garis labu yang paling banyak adalah umpak pada empat tiang saka guru di tengah-tengah ruang shalat. Ukuran umpak besar ini tidak akan kita temui di sepanjang Pulau Jawa, kecuali di bekas reruntuhan salah satu masjid Kasultanan Mataram di Plered, Yogyakarta.

Potret Masjid Agung Banten ditahun 1930-an, bangunan dua lantai disebelah kiri foto adalah bangunan tiyamah.

Mimbar Khutbah Jum’at
Terdapat mimbar Tempat khotbah yang besar dan antik penuh hiasan dan warna wakaf Nyai Haji Irad Jonjang Serang pada tanggal 23 Syawal 1323 Hijriyah (1903 M) sebagaimana tertulis dalam huruf Arab gundul pada penampil lengkung bagian atas muka mimbar. Berbeda dari mimbarnya yang menarik perhatian, mihrabnya (tempat imam memimpin shalat) yang berbentuk ceruk justru sangat kecil, sempit dan sederhana. Ini sangat berbeda dari mihrab yang berkembang pada masjid di belahan dunia lain.

Pendopo
Pendopo dan kolam untuk wudu di sebelah timur melengkapi karakteristik masjid Jawa umumnya. Tiang pendopo yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf itu juga menggunakan umpak batu labu dengan bentuk bangunan dan teknik konstruksi tradisional Jawa.

Jam Matahari
Pada bagian depan masjid terdapat alat pengukur waktu shalat yang berbentuk lingkaran, dengan bagian atas berbentuk seperti kubah. Ada bagian atas kubahnya ditancapkan kawat berbentuk lidi. Melalui bayangan dari kawat itulah dapat diketahui kapan waktu shalat tiba.

Masjid Agung Banten setelah dilaksanakan proyek revitalisasi, dilengkapi dengan pelataran cukup luas, taman dan payung payung berukuran besar yang bisa dibuka tutup.

TRADISI DI MASJID AGUNG BANTEN

Jumlah peziarah ke Masjid Agung Banten mencapai puncaknya pada bulan Syawal, Haji, Maulud, Rajab dan Ruwah. Sementara setiap hari Kamis, Jumat dan Minggu juga menjadi hari pilihan bagi para peziarah untuk mengunjungi Masjid Banten. Ada juga waktu yang paling ramai yaitu malam Jum’at ketika malam 14 bulan purnama. “Mereka percaya malam Jumat tanggal 14 bulan purnama adalah waktu di mana para auliya’ berkumpul dan bermusyawarah sehingga dikeramatkan, dan bila berziarah pada tanggal itu doanya mustajabah.

WISATA ZIARAH

Di serambi kiri masjid ini (disebelah utara) terdapat makam Sultan Maulana Hasanuddin dengan permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan (sebelah Selatan), terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah. Di sebelah barat Masjid Agung Banten terdapat makam Syarif Husein, penasehat Maualana Hasanuddin.    
 

Video Streaming Masjid Agung Banten

 

Belum tersedia video streaming Masjid Agung Banten di youtube. Namun dapat menikmati suasana Masjid Agung Banten dari link berikut ini Masjid Agung Banten Simbol Penyebaran Islam dan disini : Melonggok Mercu Suar Masjid Agung Banten.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA