Jumat, 04 Mei 2012

Masjid Azizi, Masjid Kesultanan Langkat – Sumatera Utara

Masjid Azizi di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Merupakan Masjid kesultanan
dimasa jaya Kesultanan Lankat.

Masjid Azizi merupakan satu satunya bangun peninggalan kesultanan Langkat yang tersisa. Berada di kota Tanjung Pura yang merupakan ibukota kesultanan Langkat di masa lalu. Tanjung Pura berjarak 100 km dari kota Medan, 20 km dari Stabat, ibukota Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Masjid ini terletak di tepi jalan lintas Sumatera yang menghubungkan Medan dengan Banda Aceh. Kebesaran kesultanan Langkat, kini diabadikan sebagai nama Kabupaten Langkat, meski ibukota kabupaten tidak lagi berada di Tanjung Pura tapi di Stabat.
 
Kesultanan Langkat pernah mencapai masa jaya nya hingga menjadi kesultanan yang cukup disegani. Masjid Azizi ini menjadi bukti kejayaannya. Mulai dibangun oleh Sultan Langkat Haji Musa pada tahun 1899, selesai dan diresmikan oleh putra beliau, Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah pada tanggal 13 Juni 1902M. Keindahan Masjid Azizi ini kemudian dijadikan rujukan pembangunan Masjid Zahir di Kedah, Malaysia, hingga kedua masjid tersebut memiliki kemiripan satu dengan yang lain.

Masjid Azizi (1902) langkat, Sumatera Utara dan Masjid Zahir (1915) di Kedah, Malaysia. dua Masjid yang serupa karena memang masjid Zahir dibangun atas inspirasi dari Masjid Azizi.

Kesultanan Langkat juga melahirkan putra terbaik bangsa, salah satunya adalah mendiang Prof. Ing. H. Muhammad Immaduddin Abdurrahim, PhD, MSc yang biasa disapa Bang Imad, beliau adalah tokoh pendiri ICMI, Bank Muamalat, Guru Besar Teknik Elektro ITB, Pengajar Ilmu Tauhid, Penasihat Presiden B.J. Habibie dan mendapat gelar Pahlawan Nasional.

Lokasi Masjid Azizi Langkat

Masjid Azizi
Jl. Raya Lintas Sumatera, Medan – Banda Aceh
Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatra Utara, Indonesia


Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum (bus) antarkota antar provinsi, mobil pribadi, atau mobil sewaan. Perjalanan dengan angkutan umum (bus) dapat dimulai dari Bandara Polonia Medan menuju Kota Stabat (Ibu Kota Kabupaten Langkat). Dari Kota Stabat perjalanan dilanjutkan ke Tanjungpura berjarak sekitar 20 km dengan waktu tempuh kira-kira 30 menit.

Sekilas Sejarah Kesultanan Langkat

Nama Langkat sendiri ada yang mengatakan berasal dari daerah Kuala Langkat. Tapi ada yang percaya itu berasal dari nama  pohon Langkat yang waktu itu tumbuh subur disana. Pohon ini tinggi seperti pohon Langsat, tapi buahnya terasa pahit dan kelat. Sejarah asal usul Langkat dimulai dari legenda tua Tambo Langkat yang menyebutkan bahwa cikal bakalnya berawal ketika Panglima Dewa Shahdan, atau Deva Shahdan, atau Datuk Langkat yang merupakan seorang panglima perang kerajaan Aru, secara resmi mendirikan kerajaan Langkat di bagian utara kerajaan Aru pada tahun 1670 setahun setelah kerajaan Aru melepaskan diri dari kekuasaan Kesultanan Aceh tahun 1669M.

Rancang bangun masjid Azizi ini memang menawan dengan paduan rancangan arsitektural India dan Timur Tengah. bentuk kubahnya sangat khas, serupa  dengan kubah masjid Al-Mashun dan Masjid Al Osmani di Medan.

Ketika Dewa Shahdan wafat, putranya Dewa Sakti naik tahta menggantikan posisi ayahandanya sebagai penguasa wilayah luas yang terbentang antara Sungai Seruwai di Tamiang, hingga Sungai Batang Serengan. Belasan tahun kemudian, Sungai Batang Sarengan bertemu titik dengan Sungai Wampu yang kemudian menjadi sungai baru yang disebut Sungai Langkat.

Ketika Dewa Sakti mangkat, posisinya diganti oleh Sultan Abdullah yang kemudian mashur disebut sbg Mahrum Guri. Mahrum Guri digantikan oleh Raja Kahar sekitar tahun 1673. Raja Kahar yang kemudian mengubah Langkat dari kerajaan menjadi sebuah Kesultanan pada tanggal 12 Rabiull Awal 1163 H, atau tepat tanggal 17 Januari 1750 Masehi. Langkat mencapai kemakmuran dengan ditemukannya ladang minyak di Pangkalan Brandan.

Masjid Azizi dengan menara tunggalnya

Kejayaan Kesultanan Langkat berahir kelam di tahun 1946 ketika revolusi sosial yang motori oleh PKI meluluhlantakkah kesultanan kesultanan melayu di Sumatera Timur termasuk kesultanan Langkat yang berpusat di Tanjung Pura. Dalam tragedi kelam itu turut menjadi korban di eksekusi massa adalah salah seorang bangsawan Langkat, Pahlawan Nasional, Tokoh sastrawan pujangga Baru Tengku Amir Hamzah yang kemudian di makamkan disekitar Masjid Azizi bersama mendiang para Sultan dan Bangsawan Langkat lainnya.

Sejarah Masjid Azizi Langkat

Berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter persegi, Masjid Azizi dibangun atas anjuran Syekh Abdul Wahab Babussalam pada masa pemerintahan Sultan Musa al-Muazzamsyah. Mulai dibangun pada tahun 1320 H (1899M) atau setidaknya 149 tahun sejak Langkat resmi berdiri sebagai Kesultanan, namun Sultan Musa wafat sebelum pembangunan masjid selesari dilaksanakan. Pembangunan diteruskan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah (1897-1927) Sultan Langkat ke-7.

Foto lama Masjid Azizi

Rancangan masjid ditangani oleh seorang arsitek berkebangsaan Jerman, para pekerjanya banyak dari etnis Tionghoa dan masyarakat Langkat sendiri. Sedangkan bahan bangunan didatangkan dari Penang Malaysia dan Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura. Pada masa itu sungai Batang Serangan masih berfungsi baik dan kapal-kapal dengan tonase 600 ton dapat melayarinya.
 
Masjid Azizi diresmikan sendiri oleh Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dan peringatan perubahan Kerajaan menjadi kesultanan Langkat pada tanggal 12 Rabiul Awal 1320H (13 Juni 1902M) menghabiskan dana sekitar 200,000 Ringgit, dan dinamai masjid Azizi sesuai dengan nama Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah ini juga Istana Darul Aman Langkat dibangun. Sultan menanamkan konsep pembangunan dengan memadukan lima unsur kekuatan sebagai filosofinya yaitu kekuatan umara, kekuatan ulama, kekuatan cerdik pandai (zuamah), kekuatan orang kaya harta (aghniyah) dan kekuatan do'a (fukara).

Interior Masjid Azizi

Syekh Abdul Wahab Babussalam, penganjur pembangunan masjid Azizi adalah seorang tokoh ulama yang berpengaruh dan disegani pada zamannya hingga saat ini, beliau juga merupakan guru dari Sultan Musa al-Muazzamsyah. Pada tanggal 12 Syawal 1300 H (1883M) Syekh Abdul Wahab Babussalam mendirikan Pondol Pesantren Babussalam di Besilam di atas lahan wakaf dari Sultan Musa.
 
Syekh Abdul Wahab juga dikenal dengan nama Tuan Guru Babussalam dikaitkan dengan pesantren yang didirikannya, atau Tuan Guru Besilam kaena mukim di Besilam, atau Syeikh Abdul Wahab Rokan Assyarwani yang merupakan nama aslinya. Beliau adalah pendiri Thariqat Naqsyabandiah di Indonesia dan salah seorang ulama penyebar agama Islam di pulau Sumatera dengan pengikutnya yang tersebar diseluruh tanah air hingga ke manca negara.

Masjid Azizi

Di masa kolonial Belanda, Syeikh Abdul Wahab Babusalam bersama sejumlah pengikutnya juga ikut melakukan gerakan melawan kolonialisme Belanda. Makam beliau berada di pondok pesantren Babussalam yang didirikannya di Desa Besilam, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Hingga kini makam beliau hampir setiap hari ramai dikunjungi peziarah.

Renovasi Masjid Azizi

Semenjak berdirinya, masjid ini pernah direnovasi beberapa kali, Renovasi pertama dilakukan dengan membangun menara majsid pada tahun 1927 atas sumbangan dari Perkebunan Maskapai Deli May. Renovasi berikutnya pada tahun 1929, 1936 dan 1967. Tahun 1978/1979-1980/1981 Masjid Azizi dipugar dalam Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Utara dan Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Utara.

Masjid Azizi, Tangjung Pura, Langkat, Sumut

Tahun 1990/1991 masjid dipugar oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Untuk pendanaan, sepenuhnya bersumber dari sumbangan dan swadaya masyarakat yang peduli dengan kelestarian masjid yang merupakan aset sejarah Kabupaten Langkat ini. Semenjak tahun 1991 hingga 2008, tidak pernah lagi diadakan renovasi, berkaitan dengan kondisi bangunan yang masih bagus dan juga sumber pendanaan yang terbatas.

Arsitektural Masjid Azizi

Masjid Azizi bercorak campuran Timur Tengah dan India dengan banyak kubah dengan daya tampung sekitar 2000 jemaah sekaligus. Bangunan induk berukuran 25 × 25 m dan tinggi ± 30 m. Ketiga sisi Masjid dilengkapi dengan serambi masing masing di sisi timur, utara dan selatan, masing masing serambi ini berhubungan langsung dengan koridor di tiga sisi masjid dan langsung menuju ke pintu masuk. Tiang serambi yang berdiri di sisi kiri dan kanannya berbentuk persegi delapan mirip menara dalam ukuran kecil dengan bagian ujungnya berbentuk kuncup bunga. Serambi dan teras masjid dilengkapi dengan pilar pilar dan lengkungan khas timur tengah dihias dengan kaligrafi, bentuk bentuk geometris dan ukiran floral.

lebih dekat ke fasad masjid Azizi

Ruang utama masjid dindingnya empat persegi panjang berukuran 20 × 20 m. Lantai ruang utama tadinya berlapis keramik tapi kini diganti dengan marmer, sisanya lantai keramiknya masih dapat dilihat di bagian tengah lantai ruang utama. Bagian dinding luar ruang utama dihiasi dengan kaligrafi al-Qur'an, hiasan geometris, dan floraral. Dinding bagian dalam ruang utama penuh dengan hiasan, sisi bawahnya dilapisi marmer, sedangkan sisi atasnya dihiasi kaligrafi al-Qur'an, bentuk geometris dan floral. Mihrab dan mimbar masjid Azizi terbuat dari marmer.

Menara masjid terletak di timur laut masjid dengan tinggi sekitar 60 meter. Bagian bawah menara dilengkapi sebuah pintu. Bagian kedua dihiasi dengan sebuah jendela lengkung pada setiap sisinya. Bagian atapnya berbentuk kubah dengan bulan di puncaknya. Secara keseluruhan arsitektural masjid Azizi ini memiliki beberapa kemiripan dengan masjid raya Al Mashun dan masjid Al Osmani di Medan, terutama pada rancang bangun kubahnya yang khas.

Makam pahlawan nasional Tengku Amir Hamzah di Komplek Masjid Azizi 

Makam Sultan Langkat dan Keluarga

Di halaman rumput sebelah kanan masjid,  di tengahnya terdapat empat makam pahlawan Langkat yang masih berdarah Sultan yaitu T Harun Azis Bin Sultan Abdul Aziz Abdul Djalil Rachmad Shah (wafat saat revolusi tahun 1946), T Abdurrahman (wafat 1909), T Soelaiman bin Tengku Syahruddin bin Tengku Al Haj Aminulah dibunuh saat huru-hara 1946 dan di sampingnya T Rusian bin T Ahmad Alfatiha.

Di halaman samping kanan masjid juga terlihat makam tokoh pujangga baru, sekaligus pahlawan nasional, Tengku Amir Hamzah. Makam ini kondisinya cukup terawat. Tengku Amir merupakan sastrawan angkatan Pujangga Baru yang dikenal lewat beragam karyanya antara lain Buah Rindu, Bhagawad Gita dan Nyanyi Sunyi. Selain dikenal sebagai sastrawan, Amir Hamzah juga dikenal sebagai ahli sufi, yang bekas-bekasnya bisa dilihat dari banyak karangannya.

Masjid Azizi, Tanjung Pura

Di sebelah kiri kuburan keluarga Tengku Amir Hamzah, melewati pagar tembok dan begitu memasuki sisi kanan masjid, bersemayam tiga makam dari Kesultanan Langkat yang memerintah negeri Melayu. Mereka yaitu Tengku Sultan Haji Musa, Tengku Sultan Abdul Aziz dan Tengku Sultan Mahmud yang dikelilingi makam anak dan cucunya. Semua makam ini sudah dipagar khusus.

Tradisi Masjid Azizi

Setiap tahunnya diadakan Festival Azizi di masjid ini. Kegiatannya beragam, mulai dari lomba barzanzi, azan, marhaban, dan baca puisi. Festival tersebut diselenggarakan untuk memperingati wafatnya Tuan Guru Besilam Babussalam Syeikh Abdul Wahab Rokan, yang dikenal sebagai ulama penyebar Tariqat Naqsabandiah. Pengikutnya menyebar hingga ke Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, dan negara-negara Asia Tenggara. Festival bernuansa Islami itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Masjid Azizi dan sejarahnya. Hanya karena bertempat di Masjid Azizi, maka disebut Festival Azizi.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA