Rabu, 22 Agustus 2012

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta

Masjid Gedhe Kauman atau juga disebut Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta atau Masjid Kagungan Dalem Karaton Ngayokyakarta Hadiningrat, dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I sebagai masjid sentral yang dibangun di pusat kekuasaan Kesultanan Nyayokyakarta Hadiningrat. Masjid Agung Yogya sekaligus menjadi poros sentral bagi lima Masjid Pahtok Negara Ngayokyakarta Hadiningrat yang dibangun di empat penjuru mata angin, sebagai penanda batas terluar wilayah kesultanan.

Berdiri megah di alun alun utara Yogyakarta, merupakan salah satu bangunan cagar budaya Nasional berdasarkan Monumenten Ordonante 238/1931 dibangun pada hari Ahad 29 Mei 1773 menjadikannya sebagai salah satu masjid tua di pulau Jawa dan Indonesia. Masjid yang sarat dengan sejarah kesultanan Jogja juga sejarah nasional Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang merupakan salah satu organisasi Islam terbesar dan tertua di tanah air lahir di Masjid ini.

Lokasi dan Alamat

Mesjid Gedhe Keraton Yogyakarta
Jalan Alun-alun Utara, Gondomanan
Yogyakarta 55133, Indonesia


Sudah menjadi ciri khas kota pusat kekuasaan kerajaan kerajaan Islam tanah Jawa dengan menjadikan alun alun sebagai titik sentral pusat kekuasaan. Keraton sebagai pusat pemerintahan tempat bertahtanya sang Raja/Sultan berada di sisi selatan alun alun menghadap ke utara, lalu pasar sebagai urat nadi perekonomian, simbol kekuatan ekonomi berada di sisi utara dan Masjid Agung sebagai pusat spiritual berada disisi barat alun alun. Komposisi tata letak semacam ini tidak hanya berada di Jogjakarta. Hampir semua kerajaan jawa memiliki komposisi tata letak semacam ini.

Masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Gede Kauman ini terletak di sebelah barat Alun- Alun Utara yang secara simbolis merupakan transendensi untuk menunjukkan keberadaan Sultan di samping pimpinan perang atau penguasa pemerintahan (senopati ing ngalaga), juga sebagai sayidina panatagama khalifatulah (khalifah Allah) di dunia di dalam memimpin agama (panatagama) di kasultanan.

Sejarah Masjid Gedhe Kauman

Sebagaimana disebutkan dengan jelas pada prasasti pembangunan masjiid yang diletakkan pada tembok pagar menghadap ke Alun alun, Masjid Gedhe Kauman atau Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan Masjid Kagungan Dalem Keraton Yogya.

Pembangunan Masjid Gedhe Kauman dilaksanakan delapan belas tahun setelah berdirinya kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat melalui perjanjian Giyanti 13 Februari 1755. Proses pembangunan-nya dilaksanakan atas perintah dari Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792) dan selesai dibangun pada hari Minggu 29 Mei 1773 sebagai persembahan khusus dari Sultan kepada kaum duafa.

Di bagian sisi selatan masjid bergaya tradisional Jawa ini, terdapat fasilitas mandi dan mencuci untuk kaum dhuafa yang tidak memiliki tempat tinggal. Sultan ingin melihat rakyatnya hidup layak. Bahkan, ketika mereka tinggal di sana, kebutuhan makanan pun akan dipenuhi oleh masjid.

Ekterior Masjid Gedhe Yogyakarta

Selain membangun fasilitas bagi kaum dhuafa, di seputaran masjid juga dibangun fasilitas bagi pengurus masjid. Para ulama, khotib, serta abdi dalem diberi fasilitas perumahan di sekitar masjid yang diberi nama Kauman, yang berarti "tempat para kaum". Sedangkan untuk penghulu keraton dan keluarga, Sultan menyediakan perumahan di sisi utara yang dinamakan Pengulon.

Beliau menunjuk arsitek K. Wiryokusumo untuk merancang masjid ini. dan Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat sebagai penghulu pertama. Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat atau Kyai Muhammad Faqih merupakan saudara ipar dari Sultan Hamengkubuwono I, Kyai Muhammad Faqih menikah dengan putri pertama Ki Derpoyodo sedangkan Sultan Hamengkubuwono I menikah dengan putri ke dua Ki Derpuyudo. Kyai Faqih yang kemudian menyarankan kepada sultan agar diangkatnya para Pathok Kesultanan.

Ekterior Masjid Ghede Kauman Yogyakarta

Pathok yang dimaksud oleh Kyai Muhammad Faqih ketika itu adalah Para ulama yang bertugas memberikan pendidikan moral kepada masyarakat yang dapat mengajar dan menuntun akhlak dan budi pekerti. Kyai Muhammad Faqih sendiri pada ahirnya juga diangkat sebagai Pathok oleh Sultan Hamengkubuwono I. Dan salah satu masjid Pathok Negara Jogya, yaitu Masjid Pathok Negara Taqwa Wonokromo didirikan pertama kali oleh Kyai Muhammad Faqih di atas tanah perdikan pemberian Sultan Jogya.

Dan keseluruhan ada lima Masjid Pahtok yang dibangun di empat penjuru mata angin yakni, Lima masjid pathok tersebut adalah : Masjid Pathok Taqwa Wonokromo dan Masjid Pathok Nurul Huda Dongkelan di selatan, Masjid Pathok Ad-Darojat Babadan di timur, Masjid Jami' An-Nur Mlangi di barat, dan Masjid Pathok Sulthoni Plosokuning di utara. Kelima masjid tersebut di pimpin oleh seorang imam yang juga menjadi perangkat peradilan Keraton Yogya di lokasinya berada dan menginduk kepada Masjid Agung Kauman di Alun Alun Yogya.

yang khas dari Masjid Gedhe Kauman Yogya ::: Ukiran khas Jawa yang begitu indah menghias interior Masjid Ghede Kauman Yogya ini sangat menawan sebagaimana terlihat pada balok balok kayu penyangga atap di foto kiri atas dan pada mimbar masjid foto kanan bawah,  dan layaknya sebuah masjid keraton, masjid Ghede Kauman Yogya ini juga dilengkapi dengan maksura yang merupakan area khsusus untuk Sultan bila sedang sholat di masjid ini seperti pada foto kanan atas. 

Masjid Agung Kauman bersama masjid masjid Pathok Negara menjadi bagian dari masjid Kerajaan sehingga menjalankan fungsi ketakmiran bersama-sama. Kedudukan para imam/pengulu/kyai pengulu masjid juga menjadi anggota al-Mahkamah al-Kabirah (Badan Peradilan Kesultanan Yogyakarta) dalam tingkat Peradilan Agama Islam. Imam Besar Masjid Agung kauman menjadi ketua Mahkamah yang bergelar Kanjeng Kyai Penghulu. Dalam sistem hukum dan peradilan Kerajaan, Sultan tetap memegang kekuasaan kehakiman tertingi.

Masjid Agung Yogya merupakan masjid utama kerajaan yang berfungsi sebagai tempat beribadah, upacara kesagamaan, pusat syiar Islam, dan tempat penegakan tata hukum Islam. Sejak awal mula hingga sekarang Masjid Agung Keraton Yogyakarta merupakan masjid yang sangat penting tidak saja untuk tempat peribadatan umat Islam secara umum, namun juga untuk penyelenggaraan upacara-upacara adat Keraton Yogyakarta.

Rangkaian tradisi di Masjid Ghede Yogyakarta setiap tahun selalu menarik perhatian warga Yogya dan sekitarnya untuk berebut tumpengan yang di arak hingga ke depan Masjid ini. sementara di bulan suci Ramadhan, pengurus masjid menyediakan sajian buka puasa bagi para jemaah seperti pada foto kanan bawah.

Kawasan di sekitar masjid merupakan kawasan pemukiman para santri ataupun ulama. Pemukiman tersebut lebih dikenal dengan nama Kauman dan Suronatan. Dalam perjalanan sejarah Yogyakarta, kehidupan religius di kampung tersebut menjadi inspirasi dan tempat yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya gerakan Muhammadyah pada tahun 1912 M yang dipimpin oleh K.H.Ahmad Dahlan.

Arsitektural Masjid Agung Keraton Yogyakarta

Masjid Agung Keraton Yogya dibangun tak jauh berbeda dengan masjid masjid di tanah jawa yang lebih dulu dibangun sebelumnya, seperti Masjid Agung Demak di kesultanan Demak yang masih eksis hingga kini bersama alun alun dan pasarnya meskipun keraton kesultanan Demak sudah tak bersisa karena dibumi hanguskan oleh penjajah Belanda. Bangunan Masjid Agung Keraton Yogyakarta berada di areal seluas kurang lebih 16.000 meter persegi.

Interior Masjid Ghede Kauman Yogyakarta

Seluruh kompleks Masjid ini dikelilingi oleh pagar tembok tinggi, pada bagian utara dibangun Dalem Pengulon yaitu tempat tinggal Penghulu Keraton dan keluarga Sultan serta kantor pengelola masjid. Abdi dalem pengulon inilah yang membawahi para abdi dalem bidang keagamaan lainnya, seperti abdi dalem pamethakan, suronoto, modin. Disekitar masjid juga dibangun fasilitas bagi para pengurus masjid, ulama dan khatib serta para abdi dalem yang diberi nama Kauman yang berarti "tempat para kaum". Sedangkan di sebelah barat masjid terdapat beberapa makam yang diantaranya adalah makam Nyai Ahmad Dahlan.,

Seperti halnya masjid-masjid lain di Jawa, masjid ini beratap limas bersusun tiga, dalam tradisi Jawa disebut sebagai Tajuk Lambang Teplok, lengkap dengan mastaka/mustoko yang mirip dengan daun kluwih/daun simbar dan gadha di ujung atap tertinggi. Makna daun Kluwih adalah linuwih, atau punya kelebihan yang sempurna, sementara gadha yang berarti tunggal, hanya mengakui ke-esaan Allah SWT. Sistem atap tumpang tiga ini memiliki makna kesempurnaan hidup melalui tiga tahapan kehidupan manusia yaitu, Syariat, Makrifat dan Hakekat.  Keseluruhan struktur atap utama ditopang oleh empat sokoguru utama dari kayu jati Jawa utuh berumur lebih dari 200 tahun berdiri kokoh di ruang sholat utama.

Masjid ini mempunyai dua bagian utama, ruang sholat utama dan serambi Al Makalah Al Kabiroh. Ada juga Pagongan di sebelah utara dan selatan halaman luar masjid yang merupakan tempat gamelan. Setiap bulan Maulid tiba, gamelan ini akan dimainkan mengiringi dakwah para ulama. Jamaah yang datang ke masjid ini diharapkan dapat berbuat baik kepada sesama. Harapan ini sudah muncul ketika pengunjung menginjakkan kaki di depan pintu gerbang masjid, Gerbang yang dikenal dengan nama Gapuro ini berbentuk Semar Tinandu yang melambangkan seorang punakawan yang tugasnya mengasuh, menjaga, dan memberi teladan yang baik. Masjid Agung Jogja dilengkapi lima gerbang untuk memasuki halaman masjid. Dua gerbang di sisi utara dan selatan. Sedangkan gerbang utama yakni Gapuro Semar tinandu berad di sisi timur.

Gerakan Muhammadiyah ::: Organisasi Islam ini tak bisa lepas Sejarahnya dari Masjid Ghede Kauman Yogyakarta. bagi anda para pecinta Film Nasional, anda dapat menikmati kilasan sejarah organisasi ini dan keterkaitannya dengan Masjid Ghede Kauman dari film "Sang Pencerah".

Bangunan serambi masjid berbentuk denah empat persegi panjang. Serambi didirikan di atas batur setinggi satu meter. Pada serambi ini terdapat 24 tiang berumpak batu yang berbentuk padma. Umpak batu tersebut berpola hias motif pinggir awan yang dipahatkan. Atap serambi masjid juga berbentuk limasan.

Pada tahun 1867 terjadi gempa besar yang meruntuhkan bangunan asli serambi Masjid Gedhe Kauman, lalu diganti dengan menggunakan material yang khusus diperuntukkan bagi bangunan keraton. Tidak ketinggalan pula lantai dasar masjid yang terbuat dari batu kali kini telah diganti dengan marmer dari Italia. Pesona dari Masjid Gedhe Kauman terletak pada beberapa keunikan salah satunya pemasangan batu kali putih pada dinding masjid tidak menggunakan semen dan unsur perekat lain.

Samping kiri belakang mihrab terdapat maksura yang terbuat dari kayu jati bujur sangkar dengan lantai marmer yang lebih tinggi serta dilengkapi dengan tombak. Maksura difungsikan sebagai tempat pengamanan raja apabila Sri Sultan berkenan sholat berjamaah di Masjid Gedhe Kauman. Tidak jauh dari mihrab terdapat Mimbar yang berbentuk singgasana berundak sebagai tempat bagi khotib dalam menyampaikan khotbah Jumat. Mimbar dibuat dari kayu jati berhiaskan ukiran indah dengan ornamen floral berwarna emas.

Sebagai Masjid Keraton, Lambang kebesaran Keraton Yogya terpampang Jelas di gerbang utama Masjid Ghede Kauman Yogyakarta ini.

Selain ruang inti masjid induk juga dilengkapi dengan berbagai ruangan yang memiliki fungsi berbeda, seperti pawestren (tempat khusus bagi jamaah putri), yakihun (ruang khusus peristirahatan para ulama, khotib, dan merbot, blumbang (kolam), dan tentu saja serambi masjid. Bagian lain dari kompleks Masjid Gedhe pada masa sekarang adalah KUA, kantor Takmir, Pagongan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan gamelan Sekaten, Pajagan yang dulunya digunakan sebagai tempat prajurit kraton berjaga dan terletak memanjang di kanan kiri gapura, serta regol atau gapura yang berbentuk Semar Tinandu dan merupakan pintu gerbang utama kompleks masjid.

Tak jauh berbeda dengan masjid atau mushalla pada umumnya, menyambut bulan Ramadhan Masjid Gedhe juga menyiapkan rangkaian acara dan takjilan buka bersama yang tiap harinya dikunjungi hingga 600 orang jamaah. Panitia Ramadhan Masjid Gedhe, bahkan terdapat hari khusus dengan menu spesial. "Setiap hari Kamis panitia khusus menyembelih kambing dan menyediakan Gulai Kambing sebagai menu buka puasa". Jika anda bukan penderita tekanan darah tinggi akut, penulis rasa, menu special tersebut patut untuk dicoba dan jangan lupa untuk membawa kamera jika Anda tidak ingin melewatkan wisata religi dari nilai sejarah serta kemegahan yang unik dari arsitektur masjid tertua di Jogja tersebut.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA