Senin, 08 Oktober 2012

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam

Dalam catatan sejarah Brunei, bangunan masjid memang sudah sejak lama menjadi pemandangan utama di negeri itu. berdasarkan catatan seorang pengelana Spayol bernama Alonso Beltran menyebutkan bahwa, di tahun 1578 ketika dia singgah ke Brunei semasa kekuasaan Sultan Syaiful Rizal dia melihat sebuah bangunan masjid utama yang disebutnya bersusun lima. Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin yang kini berdiri megah di pusat kota Bandar Seri Begawan merupakan masjid modern pertama yang dibangun Brunei.  

Di Abad ke 13 Brunei sempat memiliki wilayah yang membentang diseluruh pulau Kalimantan, saampai ke jajaran kepulauan Sulu dan pulau pulau lainnya di Filippina Selatan. Negara ini sempat mengalami beberapa kali kejatuhan termasuk menjadi wilayah seberang lautan Majapahit di abad ke 14 dan harus menyerahkan upeti tahunan berupa 40 kati kapur barus ke Majapahit. Catatan terahir pengelana China tahun 1371 menyebutkan bahwa Brunei seluruhnya menjadi wilayah Majapahit.

wilayah Brunei saat ini.
Islam mengakar di Brunei di abad ke 16. Dan untuk kedua kalinya Brunei menguasai kembali wilayahnya di seluruh pulau Kalimantan hingga ke Filippina selatan. Namun lagi lagi intervensi asing termasuk serbuan Spanyol dan Inggris ahirnya menciutkan wilayah Brunei hingga tersisa dia wilayah Brunei saat ini yang terpisah oleh daratan Sarawak (Malaysia).

Merunut Masjid Pertama di Brunei Darussalam

Masuknya kekuatan spanyol ke Brunei  tak lepas dari pertikaian internal di kalangan Istana. Perebutan tahta kesultanan membuat salah satu anggota kerajaan mengungang Spanyol menyerbu ke negara itu. Spanyol berhasil menaklukkan sultan Syaiful Rijal atas permintaan saudaranya sendiri Pengiran Seri Lela dan Pengiran Seri Ratna. Dalam masa itulah pengelana Spanyol, Alonso Beltran, di tahun 1578 mendiskripsikan bahwa dia melihat masjid besar bersusun lima di pusat kota Brunei. Spanyol Ahirnya terusir dari Brunei namun meninggalkan kerusakan parah bagi negeri itu, masjid besar milik kesultanan habis dibakar oleh pasukan Spanyol.

Masjid Marbut Pak Tunggal atau Masjid Pekan Brunei, merupakan masjid utama yang berdiri di pusat Pekan Brunei (nama lama kota Bandar Seri Begawan). Masjid ini hancur semasa perang dunia kedua.

Sebelum pecahnya perang dunia kedua, sudah dibangun beberapa masjid di daerah daerah pedalam Brunei, dan hanya ada satu masjid yang berdiri di ibukota (kala itu masih disebut sebagai Pekan Brunei – Kini Bandar Seri Begawan). Masjid tersebut bernama Masjid Marbut Pak Tunggal (juga dikenal sebagai Masjid Pekan Brunei) yang dibangun semasa kekuasaan Sultan Mohammad Jamalul Alam II, Sultan Brunei ke 26.

Lokasi Masjid Marbut Pak Tunggal berdiri memang di sisi sungai Brunei, kira kira berada di lokasi masjid Sultan Omar Ali Saifuddin saat ini. kala itu masjid tersebut dibuat dari bahan kayu dengan atap asbes dilengkapi dengan menara kecil di atapnya. Bangunan utamanya dibangun dalam bentuk rumah panggung beberapa senti lebih tinggi dari permukaan tanah menggunakan tiang beton.

Foto udara sekitar areal masjid Marbut Pak Tunggal (dalam lingkaran kuning) diabadikan oleh tentara pendudukan Dai Nipon (Jepang) di Brunei semasa perang dunia kedua. selama pendudukan Jepang di Brunei Masjid ini hancur tak bersisa.

Keberadaan Masjid Marbut Pak Tunggal itu tidak saja didasarkan dari kisah tutur dari para tetua tapi memang sempat terekam dalam foto udara di kawasan tersebut yang diambil semasa perang dunia kedua. Sayangnya bangunan masjid kayu tersebut hancur tak bersisa semasa pendudukan tentara Jepang di Brunei.

Segera setelah berahirnya perang dunia ke dua, sebuah masjid sementara, dibangun dengan kapasitas sekitar 500 jemaah di lokasi sekitar tempat berdirinya TAIB Building dimasa kini. Bangunanya sama sekali tak berbentuk masjid, baik masjid universal dengan kubah dan menara dan juga tak berbentuk masjid Nusantara (Masjid Tradisonal Jawa) dengan atap limas bersusun seperti masjid yang dilihat oleh Alonso Beltran di tahun 1578.

Masjid Kajang di Pekan Brunei ::: Masjid Kajang, berupa bangunan sederhana beratap dan berdinding anyaman daun nipah atau daun kajang.  Dibangun sebagai masjid darurat segera setelah berahirnya perang dunia kedua. disebut masjid Kajang merujuk pada atap daun kajang yang dipakai untuk menutup atap masjid ini.

Tapi hanya sekedar bangunan sementara dengan ruangan luas untuk tempat sholat berjamaah. Dindingnya menggunakan papan sebagian lagi menggunakan anyaman bamboo dan daun nipah, atapnya juga menggunakan daun nipah atau daun Kajang. Mungkin lebih tepat bila disebut sebagai gubuk berukuran besar. Sejak dibangun masjid darurat itu tak pernah diberi nama, hanya karena atapnya yang menggunakan daun kajang / Nipah maka dikenal masyarakat dengan sebutan sebagai Masjid Kajang,

Ukuran masjid Kajang memang terlalu kecil bagi jemaah muslim Pekan Brunei, pada pelaksanaan sholat sebagian besar jemaah mengambil tempat di “padang” atau area terbuka luar bangunan, termasuk baginda Sultan Haji Omar Ali Saifuddien bersama para petinggi kerajaan Brunei. Padang di sekitar masjid Kajang tersebut kini menjadi Taman Haji Omar Haji Omar Ali Saifuddien di komplek Masjid Sultan Omar Haji Omar Ali Saifuddien.

Sultan Omar Ali Saifuddin bersama para petinggi kesultanan juga melaksanakan sholat di 'padang' lapangan di sekitar Masjid Kajang.  Beliau lah yang kemudian membangun masjid Sultan Omar Ali Saifuddin yang kini berdiri megah di pusat kota Bandar Seri Begawan sebagai Masjid Nasional bagi Negara Brunei Darussalam.
Masjid Nasional Brunei Darussalam ::: memang tak setara dan tak sebanding untuk membandingkan masjid nasional Brunei yang kini berdiri megah di pusat kota Bandar Seri Begawan dengan dua masjid sebelumnya yang menjadi cikal bakal masjid nasional Brunei, masing masing adalah : masjid Marbut Pak Tunggal (foto paling kiri) dan Masjid Kajang (foto tengah).
Kehidupan beragama di Brunei memang begitu kental. seperti dalam rekaman foto lama ini ketika Masjid Kajang menjadi satu satunya masjid yang berdiri di Pekan Brunei (nama lama kota Bandar Seri Begawan), masyarakat bersama Sultan rela Sholat di lapangan terbuka. sedangkan foto kiri adalah suasana pelaksanaan Musabaqoh Tilawatil Qur'an tingkat Nasional yangjuga diselenggarakan di dalam masjid Kajang.

Bersambung ke Bagian 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA