Sabtu, 03 Juni 2017

Masjid At Taibin Senen, Jakarta Pusat

Masjid Jami' At Taibin diantara gedung gedung jangkung disekelilingnya

At Taibin yang menjadi nama masjid ini secara harfiah berarti 'Tempat Orang Bertaubat' Merupakan salah satu masjid tua dan bersejarah di Jakarta sezaman dengan Masjid Az-Zawiyah yang dibangun tiga tahun lebih dulu di kawasan Pekojan oleh muslim Arab. Catatan sejarah dua masjid yang dibangun pada waktu yang tak terpaut jauh ini menunjukkan pesatnya perkembangan kota Batavia pada saat itu sekaligus menunjukkan sudah memudarnya “pengharaman” pembangunan masjid di dalam tembok kota Batavia oleh Kompeni Belanda.

Melewati waktu dua abad, Masjid At Taibin Senen menjadi saksi bisu perkembangan wilayah tempat nya berdiri sejak Jakarta masih berupa Kampung Besar sampai dimasa kini, ketika bangunan masjid ini tampak seperti miniatur dibandingkan dengan gedung gedung jangkung apartemen dan perkantoran yang kini mengepungnya di kawasan Senen Jakarta Pusat.

Telah dua abad juga Masjid At Taibin mampu menjadi penyejuk di tengah padat dan penatnya Kota Jakarta. Di masjid ini umat Islam berhenti sejenak dari aktivitasnya untuk menunaikan ibadah salat di sana mulai dari sopir taksi, sopir angkutan umum, karyawan kantor, pegawai negeri sipil dan militer, serta masyarakat umum.

Masjid Jami' Attaibin Senen
Jl. Senen Raya IV, RW.2, Senen, Kota Jakarta Pusat
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1041
Telp : (021) 350 4583



Sejarah Masjid Jami’ At Taibin 

Masjid At Taibin didirikan oleh sejumlah pedagang sayur di Pasar Senen dan penduduk setempat sekitar 1815 namun baru tercatat di peta Batavia tahun 1918. Pembangunannya atas prakarsa mereka sendiri dan dari dana swadaya. Awalnya, masjid ini bernama Masjid Kampung Besar Kemudian berganti nama menjadi Masjid Imroni'ah dan baru pada tahun 1970-an, namanya diganti lagi menjadi At Taibin hingga saat ini.

Dalam perjalanan sejarahnya masjid ini menjadi saksi dukungan dari para pedagang di pasar senen terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dengan memberi dukungan logistik kepada para pejuang yang dikumpulkan di masjid ini.

Masjid ini juga menjadi tempat menyusun strategi menghadapi kekuatan belanda. Khususnya dalam pertempuran Senen, Tanah Tinggi dan Keramat. Di masjid ini pula para pejuang berkumpul dan mendapat siraman rohani. Tak heran, setelah keluar dari masjid ini, semangat juang mereka semakin menyala-nyala.

Masjid Jami' At-Taibin di malam hari

Pada tahun 1980-an, atau sekitar dua abad setelah berdirinya, masjid ini berhasil diselamatkan dari pembongkaran Segi Tiga Senen. Ketika masayarakat muslim melakukan perlawanan dan penolakan. Alhamdulillah, Gubernur saat itu secara diplomatis mendukung langkah kami. Dia mengatakan boleh dibongkar asal disetujui oleh alim ulama setempat.

Kini, ditengah gencar berubahnya wajah kota Jakarta, Mesjid Jami Attaibin seakan tenggelam oleh gemerlap gedung-gedung pencakar langit di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Meski begitu, kesejukan masjid ini kian terasa. Di sinilah para pegawai gedung-gedung itu sembahyang. Lingkungannya yang asri, menambah kekhusukan ibadah.

Selain tempat beribadah, Masjid At Taibin juga memiliki sejumlah fasilitas sosial lain seperti lembaga pendidikan sederhana untuk anak-anak, baitul mal, dan koperasi simpan pinjam.

Saat Ramadan, jumlah pengunjung At Taibin bertambah. Pengurus masjid pun membuat sejumlah program melengkapi kebutuhan spiritualitas jamaah, seperti ceramah agama seusai salat fardu, dan kultum menjelang salat tarawih dan salat subuh. Selain itu, selama bulan Ramadan, mereka menyiapkan acara buka puasa bersama, menggelar bakti sosial menjelang Hari Raya Idul Fitri, dan santunan kepada anak-anak yatim.

Interior Masjid Jami' At-Taibin dengan empat sokogurunya yang berjejer memanjang. 
  
Arsitektur Masjid Jami’ At Taibin

Masjid Attaibin berdiri di atas tanah seluas 711 m. Bangunannya berbentuk persegi panjang berukuran 25 X 20 m (500m2). Lantainya terbuat dari marmer dan berdinding tembok. Atapnya dari genteng berbentuk atap tumpang dua. Masjid ini disangga oleh empat tiang berjejer lurus terbuat dari kayu jati hitam dengan hiasan kaligrafi di luarnya. hiasan kaligrafi itu adalah tambahan baru, sedangkan tiang tiang kayu jati di dalamnya masih asli sejak masjid pertama didirikan.  Tiang ini terbuat dari kayu bulat tanpa sambungan setinggi 13 meter. Nama nama penyumbangnya terukir di bagian atas kayu jati hitam itu.

Di sisi sebelah barat terdapat mihrab yang menjorok keluar. Di situ terdapat sebuah mimbar yang unik. Mimbar terbuat dari kayu jati berukuran 2 X 1,2 meter dengan tinggi 3 meter. Pada mimbar terdapat tiga anak tangga terbuat dari batu marmer. Melihat mimbar seperti ini, mengingatkan kita pada kekhasan masjid buatan para wali. Seperti masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon yang dibuat oleh Sunan Gunung Jati.

Masjid ini memiliki arsitektur perpaduan gaya Eropa dan Indonesia. Kondisi itu bisa dimaklumi, sebab masjid ini didirikan persis ketika kolonial Belanda berkuasa. Tak heran, corak arsitektur bangunan gaya negeri Kincir Angin itu turut mewarnai. Sejauh ini belum ada informasi tentang dampak dari kebakaran hebat yang menghangus habiskan seluruh pasar senen pada tanggal 9 Juli 1826 terhadap fisik masjid ini.

Mimbar di masjid Jami At Taibin, tampil bersahaja

Senen dalam kilasan sejarah

Menurut catatan sejarah, nama Senen diambil dari nama pasar yaitu Senin. di masa penjajahan Belanda di Batavia, semula daerah Senen berupa rawa dan belukar. Justinus Vinck yang kemudian berniat mendirikan pasar di daerah kosong tersebut. Setelah mendapatkan ijin dari pemerintah Hindia Belanda melalui Gubernur Abraham Petrus pada tanggal 30 Agustus 1735 tanah tersebut dijual oleh Vinck kepada Mossel yang mengelola pasar tersebut. Di sekitar pasar Senen dibuat sebuah kanal untuk menghindari banjir di daerah ini. Kanal tersebut sekarang terkenal dengan nama Kalilio.

Setelah Mossel meninggal, pasar Senen diambil oleh Gubernur Van der Parra, dan pasar Senen semakin ramai. kala itu kios-kios dan bangunan di dalam pasar sebanyak 228 petak semua bangunannya terbuat dari bambu dan yang terbuat dari atap rumbia sejumlah 139 bangunan, sangat tradisional tentunya. Mula-mula hari pasarnya adalah hari Senen, kemudian ditambah yaitu hari Senen dan hari Jum'at. Karena kemajuan serta perkembangan perekonomian yang semakin pesat maka pasar Senen dibuka setiap hari.

Nama Senen mula-mula dari nama hari, berlanjut menjadi nama pasar, kemudian nama kampung, nama kelurahan, malahan menjadi nama kecamatan yaitu kecamatan Senen wilayah Jakarta Pusat. Di daerah Senen selain dibangun pasar, juga dibangun komplek militer di sepanjang jalan Kenanga, Kwini hingga sampai ke Lapangan Waterloop yang sekarang dikenal dengan Lapangan Banteng. Di tempat itu juga didirikan perumahan opsir-opsir Belanda dan gedung-gedung milik tuan tanah.

Kemajuan Pasar Senen ini menarik perhatian para pendatang dari berbagai daerah untuk membuka usaha ataupun mengambil peluang lainnya. Diantara mereka tentu saja adalah kaum pribumi muslim yang tinggal dan berdagang di kawasan pasar tersebut. Ditilik dari tahun mulai berdirinya pasar senen sampai dengan berdirinya Masjid Jami At-Taibin ini terpaut waktu cukup lama sekitar 80 tahun, hal tersebut bisa jadi karena memang pada awalnya pasar senen hanya untuk perdagangan sayur mayur dan mayoritas di kuasai oleh orang orang Thionghoa.***
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA